"Wahai manusia, bulan Allah yang penuh rahmat dan ampunan telah datang kepada kalian, sebuah bulan yang merupakan bulan terbaik diantara semua bulan di hadapannya; siangnya adalah siang terbaik, malamnya adalah malam yang terbaik, dan waktu-waktunya adalah waktu yang terbaik. ia adalah bulan ketika kalian diundang oleh Allah untuk berpesta dan kalian telah dipilih sebagai penerima karunia istimewa ini. tarikan-tarikan nafas kalian diberi pahala ibadah. di bulan ini, segala amalan ibadah dan doa-doa kalian diterima..." (HR. Ibnu Huzaimah)
Begitulah sedikit potongan khutbah Rasul saw. dalam menyambul Bulan Ramadhan. Saking istimewa bulan ini sehingga banyak sekali sebutan yang diungkapkan oleh para ulama, seperti bulan agung (syahr 'Adzim), bulan mulia (syahr 'Ali), atau bulan penuh berkah (syahr mubarak). Kedatangannya bagaikan kelahiran seorang anak daripada orangtuanya, jangankan ketika lahir saat mendengar kabar kehamilan istrinya saja sudah bahagia. Begitupun Bulan Ramadhan yang sangat dinanti, bahkan para ulama dahulu menganalogikan bahwa Rajab waktu untuk menanam, Sya'ban waktu untuk menyiram, dan Ramadhan waktu untuk memanen. Ketiganya tidak akan menghasilkan sesuatu yang sempurna tanpa disiapkan terlebih dahulu, disanalah kebahagiaan itu muncul dikala berhasil atas segala perencanaan yang telah dipersiapkan.
Salah satu keutamaan Bulan Ramadhan adalah waktu diturunkannya Al Qur'an sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2]: 185; QS. Al-Qadr [97]: 1; QS. Ad-Dukhan [44]: 3). Hal ini diperkuat dengan riwayat Ibnu Abbas bahwa Al Qur'an diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia pada malam Lailatul Qadr Bulan Ramadhan, lalu diturunkan kepada Rasul saw. secara berangsur-angsur berdasarkan kejadian dan kondisi yang ada. Pada bulan ini Al Quran lebih banyak dibuka, dibacakan, diperdengarkan, dihafalkan, dikaji, dan yang lebih penting diamalkan.
Keagungan Al Qur'an tidak hanya dilatarbelakangi asbabun nuzul yang istimewa, namun lebih dari itu Al Qur'an adalah kalamullah yang tidak ada tandingannya. "Tidakkah kalian memperhatikan Alquran? Seandainya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentu mereka bakal menjumpai banyak pertentangan di dalamnya" (TQS an-Nisa' [4]: 82) dan ayat lainnya (TQS al-Baqarah [2]: 23). Itulah mengapa Rasul saw. menjelaskan dalam sabdanya:
فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ
"...Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw. ..." (HR. Muslim No. 867)
Karena itu membacanya digambarkan sebagai perniagaan yang tidak akan merugi (QS. Fathir [35]: 29-30), dipelajari dan diajarkannya termasuk sebaik-baik manusia (lihat riwayat Bukhari), mampu memberikan mahkota bagi orang tuanya kelak di akherat (lihat riwayat Abu Dawud), di akhir hidupnya akan menjadi syafa'at penolong baginya (lihat Riwayat Muslim). Bayangkan jika peluang emas itu dikerjakan pada Bulan Ramadhan yang pahalanya dilipatgandakan, sungguh merugi orang yang tidak menyadari akan keagungan Al Qur'an. Mushafnya hanya disimpan dalam tumpukan bukunya, dibiarkan berdebu di sela-sela lemarinya, bahkan sesekal dibuka hanya saat terlintas dalam fikirnya karena diminta ustadznya, parahnya bacaan merdu yang didengarnya justru hanya dianggap angin lalu yang tidak mempengaruhinya.
Perlakuanmu tersebut terhadap Al Qur'an tak seperti perlakuanmu terhadap sahabat! Jadikan Al Qur'an sebagai pegangan, dimana kau takkan kuasa berdiri tanpa ada penopang. Jadikan Al Qur'an sebagai pengatur, maka dimanapun dan kapanpun kau akan selalu menganggapnya sebagai sahabat, tempat kau meminta pilihan dan memenuhi kebutuhan. Bukankah sudah dijelaskan dalam ayat yang sama tentang Ramadhan bahwa Al Qur'an adalah Al Huda (petunjuk) dan Al Furqan (pembeda; antara haq dan bathil) (QS. Al Baqarah [2]: 185). Keberadaannya laksana cahaya ketika gelap gulita, laksana pintu ketika dibutuhkan jalan keluar. Karenanya digambarkan oleh Sabda Rasulullah saw.
“Aku titipkan kepadamu sekalian dua perkara. Jika kamu pegang teguh kedua perkara tersebut, maka tidak akan pernah sesat selama-lamanya; yaitu kitab Allah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah saw." (HR. Bukhari dan Muslim)
Berikan yang terbaik untuk Al Qur'an selayaknya butuh sahabat, kemunculannya sangat dinantikan, keberadaannya sangat dibutuhkan, dan kehilangannya sangat merugikan. Penyakit daripada kita adalah saat kita tidak sadar telah mengabaikan Al Qur'an, mungkin terasa biasa padahal suatu hal yang tercela.
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
"Berkatalah Rasul: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan'." (QS. Al Furqan [25]: 30)
Rasulullah saw. mengadukan perilaku kaumnya yang menjadikan Alquran sebagai mahjûr[an]. Mahjûr[an] merupakan bentuk maf'ûl, berasal dari al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Maksudnya, mereka mengucapkan kata-kata batil dan keji terhadap Alquran, seperti tuduhan Alquran adalah sihir, syair, atau dongengan orang-orang terdahulu (QS al-Anfal [8]: 31). Bisa juga berasal dari al-hajr yakni at-tark (meninggalkan, mengabaikan, atau tidak memedulikan). Jadi, mahjûr[an] berarti matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan, atau tidak dipedulikan) (Lihat: at-Thabari, 9/385-386).
Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufasir dikategori hajr al-Qur'ân (meninggalkan atau mengabaikan Alquran). Di antaranya adalah menurut al-Qasimi (7/425) menolak untuk mengimani dan membenarkannya; tidak men-tadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya, kemudian berpaling pada lainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian, permainan, ucapan, atau tharîqah yang diambil dari selainnya; sikap tidak mau menyimak dan mendengarkan Alquran; bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak mendengar Alquran saat dibacakan, sebagaimana digambarkan Allah SWT (Lihat QS Fushshilat [41]: 26).
Maka kenali betul siapa sahabat terbaikmu, sesuatu yang dapat menemanimu kala menempuh dinamisnya kehidupanmu. Mari luruskan posisi dalam menaruh Al Qur'an diantara jalur kehidupan kita, inilah pembimbing terbaik hidup kita (QS. Al Isra [17]: 9), mengamalkannya akan membentuk pribadi muslim yang sempurna (QS. Al Qashash [28]: 77), dengannya akan membangun masyarakat yang islami (QS. Al Furqan [25]: 28), dan menyatukan langkah umat dalam berjuang (QS. Al Furqan [25]: 52; QS. Ash Shaff [61]: 4).
Maka maksimalkanlah waktu di Bulan Ramadhan sebagai momen bercengkrama dengan hangat agar kau merasakan kenikmatan Al Qur'an. Apalagi di dalam Syarh Shiyam ini momentum puncak orang-orang berpuasa, dimana malaikat pun akan memintakan ampunan untuk orang yang berpuasa selama berpuasa hingga berbuka. Dan, Allah pun memberikan ampunan untuk mereka di akhir malam Bulan Ramadhan. Terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan (83 tahun). Tak ada semangat qiyamul lail yang tinggi selain di Bulan Ramadhan, tak ada gerakan ikhlas terbaik selain sedekah terbaik di Bulan Ramadhan. Maka wajar jika dalam Riwayat Ibn 'Abbas dituturkan bahwa Nabi adalah orang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi ketika bulan Ramadhan, saat Jibril menemui baginda saw. untuk mengecek hapalan al-Qur’an baginda saw.
Buatlah setiap sesi hari-hari kita sebagai momen terbaik dalam mendekatkan kita kepada Al Qur'an. Jadikan ia sebagai bagian hidup yang tidak bisa terpisahkan selayaknya jantung tak bisa hidup tanpanya, karena ia adalah penyembuh tiap penyakit hati-hati kita (QS. Yunus [10]: 57). Jadikan ia penentuk hukum setiap aktivtas kita (QS. Al Maidah [5]: 48). Peganglah erat sampai kita mati, jangan sampai Islam saat ini mati! Justru ia adalah pelindung dan penolong sejati kala kita masih diberikan sisa umur di dunia. Sebagaimana Firman-Nya.
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al Baqarah [2]: 120)
Muhamad Afif Sholahudin
Bandung, 6 Ramadhan 1439 H / 22 Mei 2018
at 2.08 AM
0 comments:
Post a Comment