Friday 20 November 2020

Memuliakan Guru dan Para Ulama




*) Disampaikan ketika khutbah Jum'at, 20/11/2020

Jama’ah sholat jum’at rahimakumullah.. 

Islam mengajarkan kepada umatnya agar memuliakan guru. Dalam islam, menuntut ilmu hukumnya wajib, namun tidak semua ilmu yang dituntut akan memberikan manfaat kepada pemiliknya, hanya mereka yang beradab terhadap ilmu saja yang akan mendapatkan manfaat dari ilmu. Memuliakan ilmu berarti sama wajibnya dengan memuliakan guru. Seandainya ada peribahasa buku adalah jendela ilmu, maka guru adalah orang tua kita dalam menuntut ilmu. 

Guru adalah kunci pembangun peradaban. Dulu, dua kota besar di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki, dibom atom, sebanyak 75 ribu korban jiwa melayang, suasana kota porak poranda, gelap dan hancur. Seketika Kaisar Hirohito memecahkeheningan dengan bertanya, “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?” Para jenderal kaget, mengapa yang ditanyakan pertama kali adalah guru. Dengan cerdas pimpinan Jepang itu menjawab, “Kita telah jatuh karena kita tidak belajar, kalau kita semua tidak bisa belajar, bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan semua guru yang tersisa, karena sekarang kepada mereka kita akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan."

Sebenarnya tanpa kisah itu pun kita sudah tahu, betapa penting sosok seorang guru bagi kehidupan kita. Sosok guru adalah sosok yang tidak dapat tergantikan, negara yang serius memperhatikan kondisi gurunya berarti ia serius menata masa depan yang cerah, sebaliknya negara yang abai melahirkan guru berkualitas berarti ia telah sengaja mewariskan masa depan yang kelam. 

Walaupun saat ini mencari ilmu lebih mudah karena kemajuan teknologi yang semakin modern. Anak generasi di bawah kita semakin mudah mengakses informasi dan menemukan sumber ilmu. Namun sepintar apapun teknologi masih belum ada yang dapat menggantikan peran guru. Itulah mengapa banyak orang tua yang kesulitan mendidik anaknya belajar dari rumah, tidak seperti guru yang biasa mengajar anaknya di sekolah. Maka, hargailah guru-guru kita, guru untuk anak-anak kita, karena peran mereka kita bisa melahirkan generasi cerdas untuk masa depan. 

Itulah mengapa Allah berfirman dalam Surat At Taubah ayat 122, yang berbunyi: 

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ 

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” 

Ayat ini turun untuk menjelaskan tentang jihad yang sebenarnya adalah kewajiban, tegas Allah memberi peringatan kepada mereka yang tidak mau ikut berjihad. 

إِلَّا تَنفِرُوا۟ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا 

Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih…” (QS. At Taubah: 39) 

Setelah ayat ini turun, rupanya ada sebagian umat islam yang tidak suka dengan sebagian kecil panpung yang tidak mengirimkan pasukan jihad karena hendak menuntut ilmu. Lalu turunlah at taubah ayat 122 yang sebelumnya tadi dibacakan, rupanya Allah swt membenarkan sikap sebagian kecil orang yang tidak ikut berperang karena sedang menimba ilmu. 

Ayat 122 ini juga termasuk ke dalam ayat jihad, untuk menjelaskan bahwa menuntut ilmu pun termasuk jihad. Kelak mereka yang disisakan tidak ikut berperang karena menuntut ilmu akan menjadi guru mengajarkan islam kepada generasi baru sepeninggal mereka. Islam sangat memperhatikan ilmu dan guru untuk masa depan, meskipun dalam islam sendiri ada banyak sebutan untuk mencerminkan guru, seperti ustadz, musyrif, mursyid, murabbi, dan lainnya. Apapun sebutannya, mereka adalah orang yang berilmu, dan telah berjasa mengajarkan kita ilmu barang sedikit saja. 

Mencintai ilmu berarti mencintai orang yang memberi ilmu. Ali bin Abi Thalib ra. yang pernah mengatakan, "Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya." Perkataan ini bukan untuk merendahkan kehormatan beliau, namun untuk menunjukkan bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang yang mulia. Bahkan dahulu sebagian salaf terbiasa apabila menghadap kepada gurunya, ia bersedekah dan berdo’a “Ya Allah tutuplah aib guruku dariku dan janganlah hilangkan keberkahan ilmunya dariku.” (Ibnu Jama’ah, Tadzkirah al-Sami’ wa al-Mutakallim

Jama’ah sholat jum’at rahimakumullah.. 

Jika kepada guru kita yang mengajarkan barang sedikit ilmu saja harus kita muliakan, lalu bagaimana dengan para alim ulama yang ilmu nya sangat luas hingga banyak generasi pewaris yang menjaga ilmu mereka. Tentu kita harus lebih memuliakan mereka, karena para ulama adalah guru sekaligus pewaris para Nabi. Sebagaimana Rasul Saw. Bersabda: 

…Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud No. 3641) 

Para ulama pun harus kita jaga dan muliakan, karena mereka adalah guru bagi agama kita tercinta. Ingat, guru terbaik adalah mereka yang mengajarkan tentang agama, karena ilmunya akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat. Apakah guru umum lainnya tidak mulia? Semua guru mulia, namun keberkahan ilmu akan lebih banyak didapatkan oleh mereka para pengajar ilmu islam, ilmu membaca al quran, ilmu ibadah, ilmu muamalah, dan ilmu lainnya. Sebab hidup kita tidak bisa lepas dari aturan islam, kita amalkan dari ilmu para ulama kita, mengalir kepada mereka walaupun mereka sudah meninggal pahala terus mengalir kepada mereka. masyaAllah

Maka jagalah dan muliakanlah para ulama kita. Bukan malah membenci, menghina, memfitnah, bahkan mengkriminalkan ulama. Sekarang zaman yang aneh, Ulama ngomong disalahkan, ulama diam disalahkan, akhirnya giliran ulama membela yang salah dibenarkan, giliran ulama diam atas kesalahan dibenarkan, lantas kapan ulama dianggap benar ketika membela kebenaran? Selalu saja ulama menjadi korban. Sejatinya ulama akan dianggap salah oleh mereka yang membenci islam, membenci dakwah, tidak suka terhadap amar ma’ruf nahy munkar. 

Semoga kita termasuk umat-Nya yang istiqomah menjaga dan memuliakan guru dan ulama kita. 

Wallahu a’lam bi showab.


0 comments:

Post a Comment