Tuesday 20 October 2020

Mencegah Kemunkaran, Atas Dorongan Iman Bukan Hawa Nafsu !


Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangan, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisan, jika tidak mampu maka ubahlah dengan qalbu dan hal itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hibban)

Islam melarang seseorang melakukan kemunkaran, Islam melarang seseorang menolong atau mendukung kemunkaran. Ada satu perkara yang luput dari kebiasaan kita, bahwa Islam pun melarang seseorang diam atas kemunkaran.

Ada sebuah kisah, di mana datang utusan khalifah Umar bin Abdul Aziz, mereka bersama orang-orang yang kedapatan minum khamr. Mendengar hal itu Khalifah memerintahkan agar mencambuk mereka semua demi menegakkan hudud. Ada seorang bertanya kepada khalifah, “Tapi di antara mereka ada yang sedang shaum (sehingga dia tidak ikut meminum khamr)?” Namun khalifah tetap memerintahkan agar mencambuk orang itu, lalu membacakan ayat berikut:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS an-Nisa’ [4]: 140)

Imam At Thabari berpendapat bahwa ayat ini mencakup larangan duduk-duduk (menghadiri) pertemuan apapun yang berisi berbagai jenis kemunkaran. 

Jadi, bagaimana seharusnya kita menyikapi kemunkaran? Tidak lain dengan saling menasehati, begitulah Islam membuat tuntunan amar ma’ruf nahy munkar. 

Tidak salah Ketika kita menasehati penguasa, bahkan harus. Sebab agama adalah nasehat, sebagaimana hadits:

عن أبي رقية تميم بن أوس الداري رضي الله عنه, أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ» قلنا: لمن؟ قال: «لله, ولكتابه, ولرسوله, لأئمة المسلمين وعامتهم». رواه مسلم

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)

Seorang ulama bernama Abu ‘Ali ad-Daqqaq rahimahullah (wafat 412 H) berkata:

الساكت عن الحق شيطان أخرس، والناطق بالباطل شيطان ناطق

“Orang yang diam dari kebenaran adalah setan yang bisu, dan orang yang menyampaikan kebathilan adalah setan yang berbicara.”

Perkataan beliau ada benarnya, terlihat sederhana namun cukup berat. Kita dituntut untuk pandai memilah antara haq dan bathil, karena bisa saja mereka yang banyak berbicara bisa terjerumus ke dalam dua pilihan, menjadi setan bisu atau setan yang berbicara. Kita enggan menjadi keduanya, maka beranilah berbicara dengan ilmu dan dengan dorongan keimanan agar tidak tergelincir pada niat yang salah.

Jangan tertipu dengan kebahagiaan dunia, karena yang memberi jalan untuk memikirkannya hanyalah hawa nafsu. Kita senang dan sedih harus karena Allah, susah dan lapang harus karena Allah, rindu pemimpin adil dan benci pemimpin dzolim pun harus karena Allah, bukan karena hawa nafsu. Mengingatkan langsung lebih baik, jika ada hasutan untuk melanggar hukum syara’ saat mengingatkan, maka lebih baik mendoakan mereka. Berdoa agar diberikan hidayah, dan diberikan balasan yang setimpal atas perbuatannya. Jika kita sudah tidak percaya pada pengadilan manusia, maka serahkan saja pada pengadilan Allah swt, dzat yang Maha Adil. Bahkan mendoakan keburukan bagi pemimpin dzalim adalah sunnah yang dapat dilakukan, sebagaimana sabda Nabi saw.

“Ya Allah, siapa saja yang memimpin/mengurusi urusan umatku, yang kemudia dia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia.” (HR. Imam Muslim)

Semoga Allah swt. memberikan keistiqomahan agar kita selalu berada dalam jalan-Nya dan diberikan kekuatan agar kita kuat dalam menghadapi setiap ujian-Nya. Wallahu a’lam bis showab.


Bandung, 3 Rabi'ul Awwal 1442



0 comments:

Post a Comment