Monday 7 September 2020

Malu Atas Amal-Amal Kita


        Seorang muslim pasti sadar bahwa hidupnya harus diisi oleh amal-amal yang bernilai ibadah, dan setiap ibadah yang ditegakkan harus dilandasi dengan niat yang lurus dan cara yang sesuai tuntunan. Itu dasar ibadah yang biasanya kita pelajari. Tahukah bahwa ada hal lain yang sering dilupakan oleh seorang hamba ketika beribadah, yakni menyeimbangkan rasa khauf (takut) dan raja' (harap). keseimbangan antara keduanya harus dijaga, karena jika salah satunya lebih dicondongkan akan merusak ibadah itu sendiri. Seseorang yang terlalu didominasi oleh rasa khauf akan mudah berputus asa dari rahmat Allah swt., sebaliknya jika rasa raja' lebih tinggi akan merasa aman dari adzab Allah swt. Tanda kekhusyu'an ibadah adalah keseimbangan dua aspek ini. Sebagaimana Allah berfirman:

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)

        Di antara dua difat tersebut, sifat khouf terkadang lebih rendah dibandingkan dengan sikap kita yang terus berharap agar amal kita pasti diterima. Padahal kita tidak bisa menjamin kemungkinan diterima amal tapi banyak diantara kita terlalu percaya diri atas amal yang dikerjakannya. Rasa takut itu penting, sebab itulah yang membuat manusia selalu melakukan introspeksi diri dan berubah ke arah yang lebih baik. 

Dari Aisyah ra., ia berkata, Wahai Rasulullah saw.! Allah berfirman:

        "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (TQS. Al-Mukmi [23]: 60); adalah ditujukan kepada orang berzina dan meminum khamr.

        Dalam riwayat Ibnu Sabiq dikatakan, "Apakah ditujukan kepada orang yang berzina, mencuri, dan meminum khamr, tapi meski begitu dia takut kepada Allah? Rasulullah saw. bersabda, "Bukan.." Dalam riwayat waki dikatakan, "Bukan, wahai putri Abu Bakar ash-Shiddiq, tapi ia adalah orang yang menunaikan shaum, shalat, dan sedekah; dan ia merasa khawatir ibadahnya tersebut tidak diterima." (HR. Baihaqi dalam asy-Sya'bi, al-Hakim dalam al-Mustadrak, ia meshahihkannya dan disetujui oleh adz-dzahaby).

        Rasul menggambarkan bahwa khatawir atas amal kita adalah sikap yang bagus. Tiada yang bisa menjamin seseorang aman dengan amal baiknya, disamping kemungkinan akan besarnya dari amal buruk kita. Rasa takut seharusnya tidak hanya dijumpai oleh para pelaku maksiat yang hatinya sudah dirasuki syetan, namun juga takut harusnya dijumpai oleh para ahli ibadah yang khawatir akan amalnya yang tidak diterima.

Dari Tsauban ra., dari Nabi saw., beliau bersabda:

        Aku akan memberitahukan beberapa kaum dari umatku. Di hari kiamat mereka datang dengan membawa kebaikan seperti gunung Tihamah yang putih. Tapi Allah menjadikannya bagaikan debu yang bertebaran. Tsauban berkata, "Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat mereka dan jelaskanlah keadaan mereka agar kami tidak termasuk bagian dari mereka sementara kami tidak mengetahuinya." Rasulullah saw. bersabda, "Ingatlah!, mereka adalah bagian dari saudara kalian dan dari ras kalian. Mereka suka bangun malam sebagaimana kalian, tapi mereka adalah kaum yang jika tidak dilihat oleh siapapun ketika menghadapi perkara yang diharamkan Allah, maka mereka melanggarnya." (HR. Ibnu Majah. Al-Kinani penulis buku Mishbah al-Zujajah berkata, Isnd hadits ini shahih, para perawinya terpercaya.)

        Peringatan ini tidak hanya berlaku bagi para ahli tahajjud, tapi juga bagi mereka yang selalu berkhianat atas amal sholeh mereka dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Amal mereka bagaikan debu yang bertebaran, ringan dihembuskan angin seberapa banyak jumlahnya jelas tiada artinya. Adakah amal kita kelak akan disaksikan seperti ini? Naudzubillahi min dzalik. 

Abdullah bin Mas'ud menceritakan kepada kami dua hadits, salah satunya berasal dari Nabi saw. dan satu lagi dari dirinya sendiri ia berkata:

        Sesungguhnya orang yang beriman akan melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berdiri di bwah gunung. Ia takut (dosa itu) jatuh menimpanya. Sedangkan orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menghampiri hidungnya, kemudian ia berkata mengenai dosanya, "Seperti inikah?" Abu Syihab berkata dengan tangannya -yang diletakkan-- di atas hidungnya. (HR. al-Bukhari)

        Hadits ini merupakan pembeda perumpamaan seorang muslim dalam melihat dosa jika dibandingkan dengan ahli maksiat yang banyak melakukan dosa. Seorang muslim tidak akan main-main dengan dosa, sekecil apapun yang diperbuat akan selalu merasa bahwa dirinya adalah pendosa yang kotor. Ia khawatir akan diakhirat sebagaimana khawatir manusia ditimpakan gunung yang berada di atasnya. Sedangkan para pelaku maksiat tidak akan terdapat rasa takut sedikitpun sebagaimana tidak khawatir manusia saat seekor lalat hinggap di hidungnya. Tidak ada rasa cemas sedikitpun atas dosa dan penyesalan atas keburukan yang pernah diperbuat. 

        Sahabatku, masih adakah rasa takut yang tersimpan dalam hati kita. Khawatir akan amal yang tidak diterima, cemas atas dosa yang menumpuk bagaikan gunung, atau kualitas amal yang ringan seringan debu bertebaran di langit. Mari tanamkan rasa malu atas amal yang telah dilakukan, karena kita tidak tahu berapa kualitas yang dapat diraih. Mungkin kita sudah banyak berharap di dalam ibadah dan doa-doa kita, namun seimbangkan hal itu dengan rasa takut atas amal-amal kita.


Bandung, 19 Muharrram 1441 H

0 comments:

Post a Comment