Saturday 3 August 2019

Faktor-faktor Penyebab Sulit Menghafal Al Quran



Setiap muslim pasti punya keinginan untuk bisa menghafal Al Qur’an. Dorongannya ada berbagai macam, targetnya pun berbeda-beda tergantung kemampuan. Namun, sangat disayangkan jika ada yang beralasan seorang muslim tidak mau menghafal qur’an hanya karena menghafal adalah aktivitas yang sulit dikerjakan. Mengapa bisa beranggapan demikian, mungkin saja karena ia sudah pernah mencoba menghafal namun terus menerus menemui kegagalan. Ketika sudah putus asa dan menyerah, akhirnya dia memilih untuk tidak melanjutkan hafalannya. 

‘Sulit’ memang bukan satu-satunya alasan, ada pula yang beralasan sibuk dengan pekerjaan atau terlalu banyak fikiran, mungkin juga karena faktor usia yang sudah menua. Yang jelas tidak mungkin karena tidak punya uang, karena menghafal qur’an adalah hal paling mudah, gratis, di setiap masjid pun pasti tersedia Al Qur’an. Tinggal kemauan saja yang menjadi modal utama, selanjutnya mengandalkan keistiqomahan dalam muroja’ah dan setoran. Semua itu sudah saya bahas dalam artikel: Mitos-mitos dalam Menghafal Qur’an. 

Sebenarnya untuk menghafal Al Qur’an tidaklah sulit, asal bisa mengatasi beberapa penyebab berikut: 

Pertama, tidak sabar. 

Semua usaha demi mencapai hasil pasti harus melewati prosesnya. Tidak ada yang instant di dunia ini, bahkan mie instan saja butuh direbus terlebih dulu. Begitupun ketika ingin hafal sebuah surat atau beberapa ayat, pasti ada proses menghafalnya. Anak kecil yang hafal 30 Juz pun tidak serta merta membaca langsung hafal, lihat proses dari bayi sudah dilatih sejak dalam kandungan. Yang tua pun sering mendapati baru membaca langsung hafal, hati-hati karena jika tidak sabar kelak kalian akan menemukan kesulitan saat muroja’ah. 

Orang ketika sudah kehilangan kesabaran akan mengeluh dan patah semangat. Konsentrasi buyar, fokus pun terpecah. Di tengah menghafal akan macet, mungkin saja gagal tidak hafal-hafal. Baru dihadapkan dengan ayat pendek saja masih merasa berat, lalu bagaimana jika bertemu dengan ayat yang panjang. Kalau tidak sabar, setiap melafalkan ayat pun akan terasa berbeda, bawaannya selalu ingin cepat hafal. Kesabaran dalam menghafal membutuhkan kesabaran yang tinggi, terutama konsisten dalam menjalankan jadwal hafalan atau muroja’ah. 

Ketika menghafal tidak disertai rasa sabar maka setiap menghafal akan terasa berat dan semakin berat. Waktu adalah investasi dalam menghafal Al Quran, jika diabaikan maka akan kehilangan hasilnya. Maka hargai waktu dengan cara bersabar, nikmati prosesnya dan maksimalkan hasil hafalannya. Jangan berikan setoran yang apa adanya, terbata-bata dan terlihat masih sering dibantu. Lancarkan agar hafalan tetap kuat tidak mudah lupa, sebab kalaupun sudah hafal masih ada tugas lainnya yakni menjaga hafalan. Dan itu pun sama membutuhkan waktu lebih banyak daripada menghafalnya. 

Kedua, tidak menguasai cara membaca yang benar. 

Ilmu pertama dan paling utama dalam menghafal adalah ilmu membaca, sebab bagaimana bisa menghafal sesuatu jika kita tidak bisa membacanya terlebih dahulu. Meskipun bisa saja kita menghafal melalui pendengaran, seperti anak-anak yang sering mengulang bacaan gurunya hingga hafal. Namun metode seperti itu akan terlihat memberatkan bagi anak, sebaliknya jika sudah bisa membaca Al Quran dengan benar akan terasa lebih ringan menghafal. 

Membaca Al Quran haruslah dengan tartil. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib r.a pernah menjelaskan yang dimaksud tartil adalah, “Makhorijul huruf wa Ma’rifatil wuquf.” Makhorijul huruf menekankan kepada kelancaran membaca dan melafalkan huruf dengan benar sesuai ilmu tajwid. Sedangkan Ma’rifatil wuquf menekankan pada cara memberhentikan bacaan. Jika bacaan tidak dilandasi dua aspek tersebut, maka ketika hendak membaca ayat yang ingin dihafal akan kaku, tidak lancar bahkan bisa salah baca. 

Dampaknya proses menghafal dapat memakan waktu yang lebih lama dan terasa semakin berat, sebab kesulitan yang dihadapi ada dua: sulit membaca dan sulit menghafal. Dampak buruk lainnya adalah ketika bacaan yang dihafal salah dengan bacaan aslinya, maka sering ditemukan anak yang sulit mengubah kebiasaan bacaan salahnya dulu karena sudah terlanjur dihafal. Mulai dari panjang pendeknya, tertukar cara membaca huruf-huruf mirip, atau salah dalam menyusun bacaan ayat. Maka kuasai cara membaca yang benar dan lancar agar hilang kesulitan saat menghafal Al Quran. 

Ketiga, tidak banyak berdoa. 

Tidak ada yang sia-sia dari permohonan kita kepada Sang Pencipta, yakinlah bahwa Allah pasti akan mengabulkannya. Doa menjadi senjata seorang muslim, maka gunakan itu sebagai alat terbaik meraih cita-cita menjadi hafizh quran. Mohonlah agar dimudahkan hafalan, dihindarkan dari segala kesulitan dan gangguan ketika menghafal, diberikan kekuatan daya ingat yang lebih lama, termasuk lingkungan atau keluarga yang mendukung. 

Bacakan doa-doa kita di setiap waktu yang tepat. Kapanpun dan di manapun doa memang boleh dibacakan, namun waktu-waktu biasa kita memanjatkan doa akan membuat doa kita lebih serius untuk dilakukan. Semisal berdoa di waktu setelah sholat tahajjud dan dhuha, atau doa setiap selesai sholat lima waktu. Denga begitu kekhusukan ibadah sholat mampu memunculkan khusuk dalam membaca doa. Yang terpenting berdoa ketika sebelum dan sesudah pembelajaran tahfizh. Hal ini pernah di bahas di artikel sebelumnya. 

Sering-seringlah membaca doa di waktu yang lebih mustajab. Saat hujan turun, saat selesai adzan, ketika berpuasa, saat sedang hujan, dsb. Tidak hanya waktu yang lebih mustajab, namun juga bisa dilakukan di tempat-tempat yang lebih mustajab ketika dibacakan doa. Semisal di Mekkah atau Madinah, di Ka’bah, masjid, dsb. 

Allah SWT pun akan menerima doa hambanya yang serius atas permintaannya dan sejalan dengan ikhtiar hambanya. Oleh karena itu, kepantasan doa pun bisa diukur seberapa pantas orang tersebut memintanya. Ketika kita mengharapkan agar memiliki keturunan hafizh quran maka termpatkan mereka di sekolah yang mempunyai program menghafal quran, bukan sekolah umum yang masalah penutup aurat saja masih belum semua terjaga. Sekalipun di sekolah sudah menghafal, kita pun di rumah harus bisa menciptakan suasana keluarga yang mendukung keberadaan seorang hafizh quran di dalamnya. Jangan sampai sudah dihafal di sekolah namun hilang saat sampai di rumah. 

Keempat, tidak menjauhi atau menghindarkan diri dari maksiat. 

Semakin banyak seseorang melakukan perbuatan maksiat akan membuat orang tersebut semakin menjauh dari Allah SWT. maksiat itu banyak jalurnya, bisa melalui mata, telinga, mulut, tangan, termasuk hati. Tubuh yang terbiasa melakukan aktivitas maksiat akan lebih sulit mendekatkan diri dengan Al Quran. Jangankan Al Quran, mungkin yang halal baginya pun tidak akan membuat dirinya tertarik terhadapnya. 

Seperti mata yang terbiasa melihat yang haram, maka yang halal pun jadi tidak terasa nikmatnya. Begitupun dengan mulut, terbiasa mengucapkan keburukan akan sulit mengucapkan Al Quran barang se-ayat-pun. Yang dikhawatirkan jika maksiat itu terbiasa dilakukan oleh hati, maka sebanyak apapun hafalan atau seluang apapun waktunya, tetap hatinya akan menuntun ia melakukan aktivitas yang lebih buruk dibandingkan menghafal Al Quran. Hindari maksiat, karena Al Quran itu suci dan sesuatu yang suci akan menempel pada tubuh yang suci pula. Itulah mengapa untuk menyentuh nushafnya saja harus mempunyai wudhu terlebih dahulu, sebab tak pantas diri kita yang penuh dosa bersentuhan dengan sesuatu yang suci tanpa harus mensucikan diri terlebih dahulu. 

Ibnu Taimiyah rahimakumullah berkata, “Sesungguhnya lupa terhadap hafalan Al Quran termasuk akibat dosa-dosa.” (Majmu’ al-Fatawa, XIII: 423) Menghafal quran tidak cukup sekali baca, itu semua orang pun paham. Namun ada yang berkali-kali baca namun tidak pernah hafal-hafal, maka bisa saja disebabkan diri kita yang mudah lupa akibat dosa-dosa kita. Otak akan merasa terhambat dan sulit merespon, sebab penyakit-penyakit tadi yang merusak kesucian jasadiyah dan ruhiyah kita. Semoga kita masih diberikan kesempatan untuk selalu memanjatkan taubat nasuha kepada-Nya. 

Nah, setidaknya empat faktor tersebut harus diwaspadai agar memudahkan kita menghafal atau menguatkan hafalan yang sudah kita punya. Sebenarnya masih ada beberapa faktor penyebab sulitnya kita, baik dewasa maupun anak-anak, menghafal quran. Mungkin akan dibahas di artikel lainnya. Terakhir, menjaga hafalan tentu lebih berat daripada menghafalnya. Maka sungguh keterlaluan jika masih pada tahap menghafal sudah menganggap hal yang sulit, lalu bagaimana dengan menjaga hafalan yang lebih berat? Semoga Allah mudahkan segala urusan kita dan dijaga setiap langkah kita. Aamiin ya robbal ‘alamiin.. 

Bandung, 3 Juli 2019
Muhamad Afif Sholahudin





0 comments:

Post a Comment