Saturday 27 July 2019

Didiklah Anakmu Menjadi Hafizh Qur'an Sejak Dini



Al Qur’an merupakan pedoman hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat, juga mukjizat terakhir bagi kita umat Nabi Muhammad SAW. Perkataan yang paling sempurna dan tidak ada yang dapat menandinginya. Turunnya pada waktu mulia, diturunkan kepada manusia paling mulia di muka bumi. Sampai akhir zaman, kemuliaan itu terus terpancarkan sampai kepada orang yang mampu berinteraksi dengannya. Kemurnian Al Qur’an terus terjaga hingga akhir zaman, tidak ada yang sanggup membuat semisalnya atau sekedar mengubah sedikit ayatnya. 

Luar biasa mereka yang rela menghafal demi menjaga kemurnian Al Qur’an. Di antara para penghafal tersebut, ada banyak dari kaum anak-anak yang usianya mungkin masih belia. Bahkan tak jarang para hafizh qur’an yang menjuarai tingkat dunia di umurnya yang belum genap 8 tahun. Inspirasi keajaiban Al Qur’an pun sering kita dengarkan, semuanya membuat decak kagum berharap mempunyai salah seorang dari mereka berada di antara anggota keluarga kita. Meskipun kita kadang berfikir, rasanya tidak mudah menghadirkan sosok mulia hafizh qur’an bagi keturunan kita. Apa benar seperti itu? 

Menghafal memang membutuhkan proses panjang, tidak instan dan butuh perjuangan. Sebab dibutukan ilmu membaca, ilmu menghafal, ilmu menjaga hafalan, dsb. Secara psikologis pun diharuskan memiliki motivasi yang kuat, kesungguhan dan niat yang lurus, tidak bagi mereka yang hanya mencari ijazah semata. Belajar dari pengalaman para hafidz terkadang tidak cukup, mengikuti motivasi tahfidz sudah beberapa kali, berbagai metode dan cara sudah dilalui, dan tahapan lain yang harus ditempuh agar menjadi hafidz hebat. Jika mencoba menjadi hafidz qur’an berkualitas tidak mampu, minimal cukup hafal saja tidak perlu prestasi dalam perlombaan dianggap sudah cukup. 

Salahnya kita, anggapan berat yang terfikirkan dalam benak kita langsung ditransformasikan ke dalam pola pembinaan anak yang belum mencapai tingkat pendidikan yang cukup. Seperti anggapan berikut: 

“Ah, untuk orang dewasa seperti saya saja susah, apalagi untuk anak saya yang masih belajar membaca.”

“Kalau nanti anak saya fokus menghafal, lalu bagaimana dengan pelajaran setingkat teman-temannya yang sekelas nanti.”

“Saya belum yakin bisa punya anak hafal Al Qur’an, karena keluarganya saja masih belajar Islam. Nanti kalaupun dia sudah hafal, pas balik ke rumahnya lama-lama juga bakal hilang lagi hafalannya.”

Wahai para orangtua yang budiman, mencari alasan untuk tidak memberi kesempatan anak menghafal Al Qur’an adalah kesalahan fatal yang akan dirasakan penyesalannya di kemudian hari. Jika terus ditunda-tunda lalu kapan waktu agar anak dapat memulai perjuangannya menghafal qur’an? Seharusnya lebih cepat memberi kesempatan anak menghafal Al Qur’an akan lebih baik, terutama bagi anak yang masih berada di usia muda. Ada beberapa alasan, diantaranya: 

Alasan pertama, di usia muda anak masih tidak memiliki banyak fikiran. Mungkin yang difikirkan oleh usia anak-anak hanya main dan main, kadang untuk makan saja butuh diingatkan. Namun anda akan merasakan jika semakin tua akan semakin banyak fikiran karena beban untuk berfikir akan semakin banyak. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak pengetahuan yang dipelajari, begitulah konsekuensi logis tingkatan pendidikan. Jika sudah banyak fikiran, wajar bila anak akan mudah menolak tawaran untuk menghafal Al Qur’an. 

Alasan kedua, anak ketika usia muda akan lebih mudah untuk diajak beraktivitas, karena jangkauan aktivitas masih belum luas. Jika anak belum masuk SD maka pengetahuan lingkungan yang dikenal hanya sebatas rumah dan tetangga, jika sebelum masuk SMP maka pengetahuan lingkungan hanya sebatas sekolah dan teman dekatnya. Berbeda dengan tingkatan pendidikan yang semakin tinggi akan meluaskan jangkauan pergaulan anak. Semakin luas pergaulan anak maka akan semakin sulit orangtua mengajak anaknya mengikuti program hafidz qur’an. Mengapa bisa begitu? Karena bagi dia ada banyak pertimbangan aktivitas yang harus dilakukan seiring dengan luasnya pergaulan anak kita. 

Alasan ketiga, semakin muda usia akan membuat hafalan semakin kuat. Sebagaimana peribahasa, belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu, belajar di waktu tua bagaikan mengukir di atas air. Memang akan lebih sulit menghafal di usia muda, namun hasilnya akan lebih berbekas. Berbeda jika usia menginjak tua akan mudah menghafal namun konsekuensinya akan mudah pula lupa. 

Alasan keempat, kebiasaan waktu muda akan dibawa hingga tua. Sejak kecil anak sering diajak ke masjid, maka tidak heran jika masa remaja hingga dewasanya terbiasa untuk ke masjid. Begitupun dengan bacaan sholat, mungkin seringnya kita membaca surat pendek berupa al Ikhlas atau al ‘Ashr karena dulu sewaktu kecil kita selalu dibiasakan membacanya. Atau kebiasaan kita terburu-buru setelah sholat langsung keluar tanpa dzikir, tidak lain dikarenakan kebiasaan kita tidak pernah menyempatkan waktu dzikir setelah sholat sejak kecil. Lalu bagaimana jika kita ingin agar anak kita sekalipun sudah dewasa masih tetap menjaga muroja’ah hafalannya? Tentu saja dibiasakan sejak kecil mengulang hafalannya. Jika di keluarga kita sudah punya kebiasaan membaca Al Qur’an setiap ba’da shubuh dan maghrib, seharusnya bisa kita tingkatkan sampai menghafal beberapa ayat tambahan. Sedikit pun tidak apa asalkan kebiasaan itu tetap dijaga. 

Keluarga adalah arena terpenting dalam pendidikan anak. Syaikh Abu Hamid al-Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orang tua dalam pendidikan, beliau mengatakan, “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apa pun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan, dia akan tumbuh dalam kebaikan. 


Dan berbahagialah kedua orangtuanya di dunia dan akhirat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagaimana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh pengurus dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara, mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kepada kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”[1]


Oleh karena itu, mulai sekarang hapus semua persepsi keberatan untuk melatih anak menghafal Al Qur’an. Menunda-nunda kebiasaan baik akan memberikan waktu luang diisi oleh kebiasaan buruk lainnya. Bukankah melahirkan calon hafidz qur’an butuh waktu dan usaha yang tidak instan? Segera bicarakan dengan anakmu, yakinkan mereka bahwa menghafal adalah ilmu yang utama, bahkan dibutuhkan sekalipun sudah lulus sekolah hingga mati kelak. 

Untuk mengetahui apa saja keutamaan menghafal Al Qur’an silahkan bisa baca banyak referensi terkait hal itu. Salah satu keutamaannya para penghafal Al Qur’an yakni mereka yang telah Allah masukkan sebagai orang-orang khusus kepercayaan-Nya, mereka adalah keluarga ahlul qur’an. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: 


“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka yang Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para Ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya.” (HR. Ahmad) 


__________________
Bandung, 27 Juli 2019
Muhamad Afif Sholahudin

========
[1] Muhammad Hamid an-Nashir dan Khaulah Abdul Qadir Darwisy, Tarbiyah al-Athfal fi Rihab al-Islam fi al-Bait wa ar-Raudhah, hlm. 41

0 comments:

Post a Comment