Islam merupakan agama penutup kehidupan, sampai hari akhir kelak Islam akan tetap tegak. Pengikutnya akan tetap teguh pendirian, menerima agama ini sepenuhnya dan menjadi pewaris para ulama sebelumnya untuk memperjuangkan dan mempertahankan keberadaannya. Caranya dengan dakwah menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Seruan dalam dakwah hakikatnya bertujuan mengubah individu atau masyarakat yang diserunya agar menjadi islami. Pelakunya disebut da'i dan objeknya disebut mad'u. Dakwah jika dijalani secara konsisten bukan hal yang mudah, butuh persiapan kuat untuk menjalaninya.
Persiapan yang dibutuhkan para da'i baik berupa fisik ataupun mental, keduanya harus dipenuhi dengan cukup matang. Penting sekali bagi para da'i untuk menyiapkan tsaqofah (pemikiran) dan gagasan-gagasan lain yang dibutuhkan, karena pola pikir yang jernih mampu mempengaruhi tindakan dan perasaan kita. Maka, berpikir cemerlang, konseptual dan sistematis adalah kebutuhan mendasar bagi seorang da'i. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
"Serulah (manusia) kepada jalan tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhan-Mu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An Nahl: 125)
Banyak yang mengira bahwa hikmah yang dimaksud adalah bijaksana, biasanya orang bijak selalu memberikan kebahagiaan orang lain, khawatir melukai perasaan dan enggan tegas jika merasa yang disampaikan bukan kabar gembira. Padahal Allah SWT selalu meyiratkan dalam banyak ayat bahwa firman-Nya yang dibawa oleh rasul berupa kabar gembira dan peringatan, keduanya harus disampaikan.
"(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. An Nisa: 165)
Dalam kamus Lisanul Arab dikatakan, al Hakim ialah mereka yang memiliki al Hikmah, sedangkan al Hikmah ialah menyatakan sebaik-baik sesuatu yang dapat ditempuh dengan ilmu yang tinggi martabatnya. Pendapat Imam Malik dan Ibnu Zubair bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang agama dan cara menakwilannya, serta pemahaman yang merupakan karakter dan cahaya yang diberikan Allah kepada seseorang. Sedangkan Malik bin Anas pernah mengatakan bahwa al Hikmah adalah pengetahuan tentang agama Allah, memahami dan mengikutinya. Demikian banyak penjelasan ulama tentang hikmah, intinya pemikiran/ide/gagasan yang dimiliki tentang wawasan dakwah yang ia emban, tidak lain islam itu sendiri.
Tidak hanya berupa kapasitas keilmuan, namun juga keistiqomahan dalam menyerukan dakwah harus sejalan dengan perilaku yang dikerjakan. Banyak para aktivis dakwah yang terjebak dalam kesombongan sehingga melupakan apa yang seharusnya dia kerjakan daripada apa yang dia dakwahkan. Hal ini sempat Allah SWT tegur dalam Firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." (QS. As Saff: 2-3)
Kebencian Allah adalah kepada mereka yang menumbuhkan rasa sombong dan bohong terhadap dirinya sendiri. Perkataannya yang dianggap baik belum tentu membuat orang yang mengatakannya menjadi lebih baik. Lebih parah lagi jika dia mengatakan kebohongan tentang apa yang diperbuat padahal orang tersebut belum pernah mengalaminya, kebohongan seperti ini merupakan salah satu perbuatan yang Allah benci.
Bagi mereka tidak hanya merasakan akibat di dunia, namun lebih keras akan mendapat balasan di akhirat kelak. Dari usamah bin zaid r.a, ia berkata "aku mendengar rasulullah saw. Bersabda, 'pada hari kiamat nanti seorang lelaki di lemparkan ke dalam neraka, lalau seisi perutnya keluar, kemudian ia berputar membawa isi perutnya itu seperti seekor keledai memutari penggilingan. Lalu penghuni neraka mengerumuninya dan berkata ' hai fulan, kenapa kamu di siksa seperti ini ? Bukankah kamu menyeru kepada kebaikan dan mencegah terhadap kemungkaran? dia menjawab 'benar dahulu aku menyeru kepada kebaikan, tetapi aku tidak melakukannya, dan mencegah kemungkaran namun aku tetap melakukannya" (HR Muslim No. 5305)
Peringatan Allah lainnya dijelaskan bahwa semakin banyaknya kemaksiatan merajalela akan mengundang azab kepada kaumnya. Mungkin sebabnya tidak hanya karena diamnya para penyampai kebenaran, namun bisa karena kerasnya hati orang yang bermaksiat. Bagi orang-orang sholeh di sekitarnya, azab Allah bukanlah sesuatu yang diinginkan bagi kaumnya. Sayangnya, datangnya azab tersebut tidak hanya menimpa orang zhalim dan ingkar terhadap kebenaran Islam, bisa pula terkena bagi orang-orang sholeh disekitarnya. Sebagaimana Firman-Nya:
“Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfaal [8]: 25)
Meskipun tidak hanya orang durhaka dan sholeh saja yang tertimpa azab, namun ampunan akan Allah berikan bagi hambanya yang sholeh. Dari Ummu Salamah – istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam – mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila perbuatan-perbuatan maksiat muncul di kalangan umatku, maka Allah akan menimpakan adzab dari sisi-Nya kepada mereka secara menyeluruh.” Ummu Salamah bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah bila di antara mereka terdapat orang-orang yang sholeh?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, “Ya, ikut tertimpa adzab pula.” Ummu Salamah bertanya, “Lalu bagaimanakah nasib mereka selanjutnya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang sholeh itu ikut tertimpa adzab yang menimpa kaumnya, kemudian mendapat ampunan dan ridha dari Allah subhanahu wata’ala.” (HR. Imam Ahmad)
Dunia bukanlah surga bagi orang-orang sholeh, bukan pula tempat bermain bagi para da'i. Allah akan selamatkan kamu dari tepi jurang neraka karena kamu berbpegang teguh kepadanya (QS. Ali Imran: 103), Allah berikan kalian predikat ummat terbaik (QS. Ali Imran: 110) dan dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran: 104). Maka berbahagialah mereka yang berani menyeru kebenaran di muka bumi.
Wallahu 'alam bishowab
Bandung, 6 Jumadil Akhir 1439 H / 22 Februari 2018
Muhamad Afif Sholahudin
0 comments:
Post a Comment