Sunday, 4 March 2018

Menentukan Masa Depan Negeri


Masa depan bangsa tidak bisa lepas dari bagaimana kondisi kaum mudanya, melihat peran tersebut maka sebagian kaum muda di Bandung memberikan kontribusinya dalam acara Forum Tokoh & Aktivis Muda yang diselenggarakan Forum Pemuda & Mahasiswa Islam (FPMI) Jawa Barat. Acara dengan model diskusi ini membahas tema: 'Menentukan Masa Depan Negeri'. Turut hadir dari berbagai lintas pergerakan, ikatan mahasiswa, forum mahasiswa, lembaga kampus, dll. Kebetulan saya dihadirkan di sana dan diberikan kesempatan menyampaikan pendapat (mewakili BKLDK Jabar). Berikut catatan kecil saya tentang masa depan negeri.
___________________________________________________

Rusaknya masyarakat dalam berbagai aspek melahirkan krisis multidimensi yang berkepanjangan. Aspek apapun itu, baik secara ekonomi, politik, pendidikan, dsb. Kita ketahui ada hukum sebab akibat, logikanya tak ada produk tanpa adanya mesin. Realitas masyarakat merupakan kondisi yang harus diterima karena mereka termasuk produk dari aturan yang diterapkannya. Ibarat murid yang berkualitas akan lahir dari sekolah berkualitas, sebab murid adalah produk sekolah itu sendiri, begitupun masyarakat. 

Terlalu banyak kerusakan yang tampak, khususnya rusak moral, baik moral rakyat maupun moral penguasa. Negeri kita ibarat memiliki banyak penyakit, namun kita sendiri kesulitan untuk mengidentifikasi penyakitnya. Banyak dari kita terserang virus 'maling teriak maling' sehingga kita kesulitan menemukan malingnya. Mereka bersembunyi dibalik teriakan mereka, siapa maling negeri siapa pengkhianat masyarakat kita sulit menemukannya karena virus tadi. Entah saat ini terlalu banyak yang menuduh 'anti pancasila' tanpa menyadari apakah benar dirinya terbebas dari tuduhan yang sama?

Kerusakan ini setidaknya menunjukkan dua hal yang pasti. Mulai tampak perbedaan antara haq dan bathil dalam sikap masyarakat saat menunjukkan keberpihakannya. Mereka yang haq membela keadilan dan yang bathil membela kedzaliman. Kita tinggal membuka mata dan pikiran tentang bagaimana fenomena haq dan bathil di sekitar kita agar kita bisa memilih yang benar diantara keduanya. Di samping itu, kita harus pecaya dengan adanya janji Allah SWT terhadap kebathilan yang kelak akan lenyap. Sebagaimana Firman Allah SWT:

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚإِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا 
"Dan katakanlah: 'Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap'. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (QS. Al Isra: 81)

Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab sebelum membahas 'Menentukan masa depan negeri', yakni: Pertama, masa depan seperti apa yang kita harapkan; Kedua, siapa yang akan menentukan masa depan negeri. Mari kita jawab satu persatu.

1) Masa depan seperti apa yang kita harapkan? membandingkan negeri kita dengan negeri tetangga tentu sangat berbeda. Jika kita ingin maju seperti Jepang maka jadilah negeri yang menguasai teknologi, jika kita ingin maju seperti cina maka jadilah negeri yang banyak meminjamkan uang, jika kita ingin maju seperti Arab saudi maka jadilah negara agamis dengan corak keislaman yang kental. Lantas apa yang kita harapkan dari negeri dengan masa depan yang cerah? Seandainya materi yang menjadi orientasi maka contohlah Jerman yang produknya menguasai dunia. Tapi akankah standar materi dalam kemajuan negeri yang kita harapkan mampu membawa masa depan cerah? Contoh saja Amerika yang negaranya disebut-sebut penguasa dunia, lihat betapa tingginya tingkat kriminalitas dan parahnya krisis moral yang terjadi di sana.

2) Siapa yang akan menentukan masa depan negeri? Tidak lain mereka sadar akan perubahan dan bergerak mewujudkannya. Membahas hal demikian tidak akan berarti apa-apa bagi mereka jika hanya mendengar tanpa dibarengi kesadaran. Namun kesadaran pun takkan berarti apa-apa tanpa dibarengi tindakan. Harapan perubahan ini hanya mampu kita berikan kepada para pemuda, darinyalah muncul peradaban, olehnyalah masa depan diwariskan.

Siapapun kita pasti mengharapkan masa depan negeri yang cerah. Beberapa catatan yang kita dibutuhkan untuk mengharapkan masa depan negeri yang terbaik:

1. Pemimpin yang taat. 

Taat tidak cukup kepada hukum atau kepada rakyat, namun juga taat kepada Allah SWT. Negeri kita ibarat sebuah mobil, dibawa ke mana mobil kita tergantung sopir yang membawanya. Pemimpin adalah icon masyarakat. Pakaiannya saja mampu menjadi viral, ucapannya jadi bahan pembicaraan, apalagi kebijakannya pasti dampaknya sangat terasa. Kalau pemimpinnya sudah taat pasti dijadikan teladan baik bagi masyarakatnya. Pemimpin harus mempunya sifat takut, sebagaimana salah satu pengertian takwa yakni "al-khouf min robbil jalil" (takut kepada Allah yang maha agung), karena rasa takut adalah pengingat terbaik agar seseorang taat.

2. Aturan yang sesuai fitrah manusia. 

Kita hidup di jaman kapitalisme, asasnya sekulerisme dengan pengakuan tidak akan menjadikan agama sebagai dasar negara. Hasilnya, sistem aturan yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Salah satunya riba yang dilegalkan justru menimbulkan kesengsaraan. Utang indonesia pun semakin bertambah disertai bunganya, bahkan kata menteri keuangan kita pinjam utang untuk membayar bunga utang, belum bayar utangnya loh? kalau dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia didapatkan masing-masing warga Indonesia memiliki utang sebesar Rp. 13 juta. Benar kata Allah SWT, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.." (QS. Al Baqarah: 276). 

Contoh lain dari sebab aturan yang tidak sesuai fitrah adalah dilegalkannya miras. Kalau ada berita tentang pemberantasan miras, itu hanyalah miras yang ilegal, sedangkan yang legal maka dibolehkan. Benar apa yang dikatakan dalam sebuah hadits, "al-Khamru ummul khobaits" (Khamr itu induk kerusakan). Selama khamr dilegalkan maka tingkat kriminalitas akan semakin meningkat, hal itu terbukti di negeri kita. 

Hal parah lainnya adalah perzinahan yang aturannya tidak tegas. Bagi para lajang jika ingin melakukan hubungan seks suka sama suka di negeri kita bukanlah termasuk tindak pidana. Tempat prostitusi pun yang sudah jelas mengundang azab namun sulit dihilangkan, bahkan mirisnya sampai difasilitasi oleh daerahnya. Kalaupun di negeri kita terjadi pelacuran yang melanggar hanya dapat dihukum berdasarkan perda ketertiban umum, itupun hukumannya hanya 3 bulan atau denda saja. 

Mengapa sebagian besar fenomena itu tidak sesuai fitrah dan saya nilai dari kacamata Islam, sebab hanya Islam yang mampu melahirkan aturan yang sesuai fitrah. Diantara larangan riba, khamr, zina, dll adalah bentuk pemenuhan fitrah manusia. Aturan Islam diperuntukkan bagi seluruh manusia, tidak hanya bagi umat Islam saja. Sebagaimana Firman Allah SWT:

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللهُ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab ini (Al Quran) kepadamu dengan membawa kebenaran supaya engkau menghukumi diantara manusia (an nâs) dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu…”(QS. An Nisâ[4]:105).

Mengapa Allah SWT menggunakan kata manusia (an-nas) secara menyeluruh, bukan kaum muslim (al-muslimin)? Karena Islam tidak hanya alat untuk menghukumi umat Islam, tapi juga mengatur kehidupan non muslim. Karenanya sering kita mengenal Islam adalah agama rahmatan lil alamin (QS. Al Anbiya: 107). Contoh kecil saja seperti aturan pergaulan antara laki-laki dan perempuan, Islam mengatur Nizham Ijtima'i antar lawan jenis. Hal ini didukung dengan hasil survey bkldk 2016 berjudul 'Kontrol Sosial Mahasiswa Muslim Terhadap Seks Bebas di Kita Bandung'. Salah satu pertanyaan, apakah kalian setuju jika pemerintah membuat aturan tegas terkait pergaulan laki-laki dan perempuan agar tidak mengarah kpd seks bebas. Hasilnya, 44% responden menjawab sangat setuju, 37% setuju, sisanya ragu-ragu, dan hanya 4% menyatakan tidak setuju.

Muncul anggapan bahwa jika islam dijadikan sebagai dasar negeri maka akan ada ancaman perpecahan. Sebenarnya hal ini adalah narasi lama yang belum ada buktinya. Lihat bagaimana ketika pengkhianatan PPKI yang tidak mengakui piagam jakarta karena ada kalimat "menjalankan syariat Islam bagi para pengikutnya". Lantas apakah penerapan selain syariat Islam mampu menjamin adanya persatuan negeri? Justru membuktikan bahwa lepasnya timor-timor terjadi setelah tidak disahkan piagam jakarta tersebut, masihkan kalian paranoid terhadap kalimat penerapan syariat Islam? Padahal piagam Jakarta mampu diterima oleh panitia 9 yang di dalamnya pun terdapat perwakilan dari non muslim yakni AA Maramis. 

3. Pemuda yang peduli kondisi umat.

Ada dua penyakit besar yang menjangkit anak muda zaman now: syahwat dan syubhat. Masalah pacaran dan pergaulan bebas didominasi pelakunya oleh kaum muda, begitupun hedonisme dan tren fashionable dilakukan oleh banyak kaum muda. Sayangnya dua penyakit ini yang menjadi penghambat bagi kaum muda untuk bergerak, padahal sebaik-baik gerak adalah yang dilakukan oleh para pemuda. Saat ini mereka lebih memilih apatis dan abai terhadap kondisi sosial yang ada. Berdasarkan hasil survey yang sama, tingkat mahasiswa yang peduli untuk memperingatkan temannya agar tidak terlibat seks bebas. Hasilnya, 51% responden memilik kadang-kadang, 21% tidak pernah, hanya 4% menyatakan sangat sering. 

Pemuda harusnya menjadi tali perekat untuk mengikat persatuan umat. Kalau talinya putus, umat pun akan terpecah belah. Apalagi mahasiswa sebagai kaum intelektual dan penyambung lidah masyarakat. Seharusnya jangan tinggal diam terhadap ancaman perpecahan, penjajahan, kedzaliman, dsb. Sebab tak ada lagi peluang kita berharap kepada kondisi sekarang kecuali kondisi itu kita rubah. Masa depan bukan lagi diberikan kepada kebebasan manusia, namun ketaatan kepada sang pencipta manusia. Ya, masa depan sudah berada di tangan Islam, maka siapa yang akan menguasai masa depan adalah mereka yang menguasai ajaran Islam. Tugas utama kita yakni menyuarakan kebenaran, opini adalah hal penting yang harus diperjuangkan. Bukankah aksi terbesar di Indonesia saat 212 dipancing dari opini? The power of opinion.

Karenanya Allah mengingatkan kemenangan Islam dan kewaspadaan kita selaku umatnya. Menariknya, upaya memadamkan masa depan justru dilakukan dengan mulut-mulut mereka, alias ucapan-ucapan mereka yang bermuatan opini. Alasannya karena opini mampu mempengaruhi pemikiran seseorang, lalu dari pemikiran itu mampu mempengaruhi tindakan seseorang. dalam Firman-Nya Allah SWT mengatakan:

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci." (QS. As Shoff : 8)



Muhamad Afif Sholahudin
Bandung, 16 Jumadil Akhir 1439H / 4 Maret 2018



0 comments:

Post a Comment