Sunday 19 February 2012

Kehinaan Perempuan Dalam Jerat Kapitalisme

Pengantar 
Siapa bilang kemoderan yang dikesankan indah oleh kapitalisme adalah kemajuan dan harapan masa depan manusia.  Kini terbukti di depan mata, bahwa kehidupan kapitalistik telah menjerat manusia tak terkecuali kaum perempuan.  Menyisir kondisi perempuan di sepanjang tahun 2011 menyisakan kenangan pahit; perempuan terhina menjadi korban dari kejahatan kapitalisme. 


Banyaknya perempuan di ujung palu hakim menunjukkan adanya tren kenaikan jumlah perempuan yang tersangkut kasus hukum.  Selly, sang penipu, Artalyta Suryani (Ayin) sang penyuap, Melinda Dee yang diduga membobol dana nasabah Citibank, Nunun Nurbaetie, Miranda Goeltom, Angelina Sondakh atau pun Wa Ode Nurhayati hanyalah sedikit yang bisa dituliskan di sini.   Meski sebagian belum mendapatkan vonis hukuman, keberadaan mereka makin menambah deret manusia yang penghidupannya tidak mapan, meskipun mereka terlihat hidup di atas garis kemiskinan bahkan kaya raya dan borjuis.

 

Di Lampung, selama sepekan saja pada April 2011 lalu telah meringkuk di sel tahanan sejumlah 6 perempuan pelaku kejahatan.  Tak tanggung-tanggung mereka bukan hanya berasal dari kalangan rakyat biasa,  bahkan aparat desa hingga PNS (Pos Kota,10 April 2011).  Sementara di Pontianak, aparat kepolisian bahkan menangkap 9 perempuan yang kedapatan tengah berjudi.  Anehnya, 2 diantaranya berumur 70 dan 79 tahun (Kompas, 8 Januari 2012).  Entah apa yang dimaui oleh perempuan-perempuan ini.  Yang pasti kejahatan yang selama ini didominasi oleh laki-laki kini juga dilakoni perempuan.
Tak hanya predikat jahat yang kini mulai banyak disematkan pada perempuan.  


Penghidupan yang sempit buah kapitalisme juga memaksa perempuan baik-baik kehilangan identitasnya sebagai sosok ibu dan isteri yang bertanggung jawab.  Perubahan struktur keluarga akibat isteri menjadi kepala keluarga telah berbuah hilangnya tanggung jawab suami sebagai laki-laki yang harus melindungi anggota keluarga.  Demikian pula dalam pembentukan bakal generasi yang dilahirkannya.  Tuntutan ekonomi keluarga yang berujung pada kesibukan perempuan dalam mencari nafkah telah turut menyumbang hilangnya sosok ideal generasi yang dilahirkannya.
 

Itulah sebagian kecil gambaran buruk perempuan masa kini.  Saat sebagian manusia mengagung-agungkan kemajuan peradaban Barat, melahap setiap gaya hidup dan tak peduli pada tanggung jawab individual dan sosial yang diembannya, jebakan kehinaan perempuan makin nyata mengintai.  Sayangnya, tidak setiap manusia menyadari persoalan ini.  

Keburukan yang saat ini terjadi lebih disikapi sebagai bagian dari takdir, resiko dan konsekuensi berubahnya jaman tanpa pernah dipikirkan apa yang menyebabkan semua ini terjadi dan bagaimana manusia bisa keluar dari jebakan maut ini.  Padahal sesungguhnya, manusia mampu hidup mulia dan terhidar dari jebakan tersebut asal mampu melihat hakikat persoalan.  Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud mengarahkan kita menemukan hakekat persoalannya untuk kemudian keluar dari persoalan  tersebut dan akhirnya meraih kemuliaan.
 

Jerat Kapitalisme bagi Perempuan 

Sejatinya, kehidupan manusia ditentukan oleh pandangan hidup atau ideologi yang diembannya.  Seseorang bisa hidup dengan pandangan sekuleristik, yaitu menjalani kehidupan jauh dari tuntunan agama tertentu.  Ia menganggap bahwa hidup adalah hak manusia, bukan hak Tuhan.  Karena itulah, ia tidak mau kehidupannya diatur oleh Sang Pencipta.  Islam tertera di KTP, namun perilaku tidak mencerminkan nilai-nilai Islam.  Inilah ciri manusia sekuler.
 

Pada tataran perilaku, seseorang yang sekuler akan merasa berhak untuk menyenangkan dirinya, memikirkan apa yang paling menguntungkan bagi dirinya, meski harus abai pada hak orang lain.  Cara pandang yang menghalalkan segala cara dalam memperoleh penghidupan pada diri seorang sekuleris inilah yang biasanya diistilahkan dengan pandangan hidup kapitalistik.  Pada kemunculannya, pandangan hidup ini lahir dari ideologi sekulerisme yang meniadakan peran Tuhan dalam pengaturan kehidupan berekonomi pada manusia.
 

Dalam perkembangannya pada kehidupan bernegara baik sekulerisme maupun kapitalisme mendapat tempat yang makin kokoh di berbagai negara seiring makin melemahnya kehidupan daulah (negara) Islam setelah 13 abad menguasai dunia dahulu.  Di Indonesia sendiri, pandangan hidup kapitalisme diterima bahkan diagung-agungkan dan dianggap sebagai solusi terbaik bagi berbagai persoalan bangsa, baik dalam masalah ekonomi, meningkatkan taraf pendidikan, meredam kejahatan bahkan memilih kepala negara dan lain sebagainya.  Hampir dalam semua persoalan, negara mengedepankan prinsip kapitalisme yang dijiwai oleh spirit sekulerisme dengan meminimalkan peran agama (Islam).
 

Pada prakteknya, alih-alih menyelesaikan persoalan kehidupan, sekulerisme-kapitalisme benar-benar telah menggeser peran agama (Islam) dalam kehidupan manusia, termasuk dalam beribadah dan berakidah yang benar.  Dan, akibatnya pun sudah terasa kini; masyarakat mulai kehilangan pegangan benar-salah, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.  Problematika pun tak kunjung selesai.  Kaum perempuan kehilangan peran utama mereka, beralih menjadi manusia serakah, budak harta, dan kehilangan harga dirinya.  Tentu saja, biangnya adalah kapitalisme.  Masalahnya, mengapa kapitalisme bisa begitu jahat?
 

Disadari maupun tidak, sesungguhnya kapitalisme telah melemahkan akidah umat.  Tentu saja, karena sistem ini meminimalkan peran agama dalam pengaturan kehidupan, hatta dalam beribadah dan berakidah.  Kapitalismelah yang menjadikan kaum muslim kesulitan menunaikan ibadah haji, puasa dengan khusyu atau mentadaburi al Qur’an dengan baik.  Kapitalisme pula yang mendidik generasi dengan suguhan media yang melemahkan akidah dan keterikatan terhadap hukum syariat.  Kurikulum pendidikan pun dikapitalisasi sehingga peserta didik tidak memiliki keyakinan yang kuat kepada Tuhannya karena minimnya kualitas dan kuantitas pendidikan agama.  Padahal hal ini sangat penting karena bisa menjadi penjaga manusia dari keinginan bertindak menyimpang.  Sayangnya, semua jalan penghambaan kepada Allah SWT tersebut terhalang karena pengaturannya telah dikapitalisasi.
 

Buah dari semua ini tentu sangat nyata terlihat yaitu dari tren kenaikan kasus kejahatan, tak terkecuali yang dilakukan oleh kaum perempuan yang sebelumnya lebih dikenal sebagai sosok yang lebih banyak tinggal di rumah, menjalankan berbagai aktivitas kerumah tanggaan.  Lemahnya akidah Islam membuat kaum perempuan tidak mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan.  Mereka tidak lagi mengedepankan solusi yang dikehendaki hukum syariat.  Mereka cenderung abai dan mengambil jalan pintas menyalahi aturan Islam.  

Adanya tren peningkatan jumlah perempuan pelaku kejahatan menunjukkan bahwa ideologi sesat ini telah merusak keyakinan kaum perempuan bahwa seharusnya mereka tetap berpegang teguh pada Islam, apapun persoalannya.  Namun demikianlah keadaannya, karena kapitalisme telah menjauhkan peran agama dalam semua persoalan yang dihadapi manusia, maka jadilah kaum perempuan  pun kini banyak yang ikut-ikutan terjerumus.
 

Di samping itu, kapitalisme juga telah mengubah pola kehidupan kaum perempuan.  Mudahnya kaum perempuan mengakses berbagai ranah penghidupan yang selama ini didominasi oleh laki-laki turut memperbesar peluang bagi kaum perempuan untuk melakukan tindakan jahat di ranah tersebut, apalagi dengan kondisi yang lemah akidah.  Artinya, dalam situasi seperti ini hanya perempuan yang memiliki kekuatan akidah saja yang akhirnya mampu menjalani berbagai tantangan kehidupan modern saat ini dengan solusi yang benar.
 

Tak hanya melemahkan akidah umat, kapitalisme juga merusak lingkungan dan masyarakat sehingga kecenderungan dan kontrol sosial yang seharusnya dibangun oleh masyarakat menjadi lemah dan kehilangan arah.  Tatkala keluarga dihimpit oleh gaya hidup modern, konsumtif, bahkan hedonis tentu anggota keluarga –tak terkecuali perempuan- akan berlomba-lomba meraihnya.  Apalagi dengan pola kehidupan individualistik yang meniadakan sikap saling menolong anggota masyarakat yang tidak mampu dan membutuhkan pertolongan.  Ditambah lagi dengan propaganda kesetaraan gender yang sudah mulai jamak diterima masyarakat.  Semua mengakumulasikan sikap memaksakan memenuhi kebutuhan dan keinginan yang ada tanpa mempertimbangkan baik – buruk dan halal – haram.
 

Adapun dampak buruknya bagi negara, sesungguhnya kapitalisme telah menghilangkan tanggung jawab negara untuk mangatur dan memberi penghidupan yang layak bagi warga negaranya.  Alih-alih mengelola kekayaan negara, kapitalisme justru telah mengantarkan negara ini masuk ke dalam lingkaran kemiskinan.  Kapitalisme telah memaksa negara menjual kekayaan milik rakyat sehingga rakyat harus hidup dalam kesempitan.  Kapitalisme pun telah melemahkan negara dalam membuat regulasi dan menetapkan sanksi yang mampu menindak dan mencegah setiap pelaggaran.  Semua itu bergabung manjadi satu kekuatan yang akhirnya menggiring kaum perempuan –sebagai bagian dari masyarakat- sehingga terjerembab jatuh.
 

Dalam sejarahnya, kapitalisme memang selalu menebar aroma busuk.  Tatkala daulah Islam tegak, ideologi ini tak henti-henti disuntikkan oleh musuh-musuh Islam agar kaum muslim semakin menjauhi agamanya.  Dan benar saja, daulah Islam lemah tatkala kaum muslim sudah berpaling kepada ideologi kapitalisme.  Saat itulah mereka perlahan mencampakkan ideologi Islam.  lalu, mulailah kaum muslim mengalami kemunduran hingga sekarang.
 

Di negara asalnya pun, kapitalisme telah nyata-nyata membohongi pengembannya.  Meski negara pengusung kapitalisme seakan-akan menjadi negara maju, sesungguhnya negara tersebut menyimpan segunung permasalahan sosial yang hingga kini belum mampu diselesaikan.  Hal ini karena kapitalisme bagkit di atas kesengsaraan manusia.   

Negara adi kuasa AS pernah jaya di atas ideologi kapitalisme.  Namun apa yang terjadi kini?  Kapitalisme ternyata menyimpan segudang pekerjaan rumah bagi generasi yang hidup sesudahnya.  Kini negara tersebut harus mengais kemurahan dari negara lain demi menghidupi rakyatnya.  Belum lagi beban sosial yang harus ditanggung akibat kebebasan berperilaku pengembannya.
 

Tidak ada satu pun negara pengemban sekuler kapitalistik yang kaum perempuannya maju.  Kemodernan kaum perempuan yang dicirikan dari gaya hidup, tingginya tingkat konsumsi, akses terhadap lapangan kerja, partisipasi politik dan sebagainya, tidak menunjukkan bahwa perempuan berada pada posisi agung dan terhormat.  Jika semua itu merupakan kebaikan bagi perempuan mestinya tidak banyak perempuan yang terjebak pada dunia kejahatan dan terjerumus di lembah kehinaan.  Ini artinya, kemodern yang ada hanyalah semu belaka.  Ia sesungguhnya berdampak pada kemunduran dan kehinaan perempuan.
Kapitalisme mengajarkan perempuan untuk konsumtif, berlomba-lomba mengejar kehidupan duniawi, tidak merasa cukup dan bersyukur atas pemberian Allah SWT, bahkan mengejar sesuatu yang tidak diridhai-Nya.  Inilah jerat kapitalisme bagi kaum perempuan.  
 

Mencampakkan Kapitalisme
Demikianlah, kapitalisme terbukti telah menghinakan perempuan.  Oleh karenanya, mencampakkan kapitalisme adalah keniscayaan agar kemuliaan perempuan bisa diraih.  Terlebih Allah SWT telah memerintahkan setiap muslim untuk hanya berpegang teguh pada Islam.  Dalam pandangan Islam, perbuatan seseorang tidak bebas nilai.  Manusia tidak berhak menentukan sekehendaknya sendiri jenis perbuatan yang hendak dilakukannya.  Sebab, Allah SWT berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu” (TQS. Al Hijri [15] : 92-93)
 

Juga firman-Nya :
 “Kamu tidak berada dalam suatu Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (TQS. Yunus [10] : 61)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa perbuatan seorang muslim wajib terikat dengan hukum Syariat.  Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban amalan setiap hamba-Nya, sejauh mana mereka mematuhi aturan Allah SWT.  Dengan demikian, kapitalisme -yang telah membuat sebagian perempuan gelap mata- nyata-nyata dibenci oleh Allah SWT.
Kaum perempuan pun diharamkan mengikutinya, apalagi hanya karena persangkaan yang sengaja dihembuskan musuh-musuh Islam agar kaum perempuan jauh dari kehidupan Islam.  Allah SWT telah memperingatkan masalah ini dengan firman-Nya :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (TQS. Al An’am [6] : 116)


Sungguh, buruknya lingkungan dan kondisi masyarakat yang diciptakan kapitalisme harus dicampakkan dan diubah dengan masyakarat yang Islami.  Sebab, ia telah menginspirasi dan memberi kesempatan munculnya perilaku buruk pada kaum perempuan.  Tidakkah kita khawatir akan peringatan Allah SWT apabila manusia berpaling dari peringatan Allah SWT.
“Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (TQS. Thahaa [20] : 124)


Mencampakkan kapitalisme dari kehidupan masyarakat adalah bentuk pelaksanaan kewajiban ber-Islam secara kaffah (QS. Al Baqarah [2] : 208).  Dengan demikian, yang harus dilakukan oleh kaum muslim adalah mengembalikan kehidupan Islam dalam tatanan daulah khilafah Islamiyyah.  Inilah satu-satunya cara agar kaum muslim memiliki benteng yang kuat dari gempuran kapitalisme yang menyerang umat, tak terkecuali kaum perempuan.
 

Meraih Kemuliaan Perempuan 

Kisah ketegaran seorang perempuan di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab berikut tentu tak akan lapuk ditelan jaman.  Di tengah malam gulita, nampaklah cahaya terang dari dalam sebuah gubuk yang menunjukkan bahwa penghuninya belum tidur.  Saat itu khalifah Umar bin Khaththab tengah berpatroli.  Tak disengaja, terdengarlah dari gubuk tersebut percakapan seorang ibu dan anak perempuannya yang tengah memerah susu kambing.  Sang ibu berujar kepada anak gadisnya agar mencampurkan susu dengan air karena perahannya kali ini sangat sedikit.  Ia khawatir susunya tidak diterima oleh pelanggannya.  Sang ibu bahkan sempat meyakinkan anak perempuannya bahwa apa yang akan mereka kerjakan tidak akan diketahui oleh siapapun termasuk khalifah Umar.
 

Mendengar permintaan sang ibu, anak gadis itupun berkata, "Ibu, memang Khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang.  Tapi Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik makhluknya. Meskipun kita miskin, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah."
 
Dari luar gubuk, Sang khalifah tersenyum kagum mendengar ketegaran anak perempuan tersebut.  Belakangan, khalifah akhirnya meminta anak perempuan tersebut sebagai menantunya.   Dari perempuan inilah lahir pemimpin besar kaum muslim yang diakui keagungannya, yaitu khalifah Umar bin abdul Aziz.   Demikianlah gambaran pribadi perempuan yang tegar meski berada di tengah kesukaran.  Ia tidak hanya memuliakan dirinya, bahkan melahirkan orang-orang mulia.
 

Keteguhan yang luar biasa itu tentu bukan tanpa proses.  Penguatan akidah yang ditempa sejak belia dan topangan sistem yang mampu memelihara akidah tersebut tentu menjadi perkara yang senantiasa ada.  Inilah yang menjamin kaum perempuan berhasil melewati tantangan jaman, tak hanya di masa kejayaan Islam, namun juga saat ini.
 

Dengan demikian, tentu bukan perkara mustahil untuk menjadikan kaum perempuan saat ini tetap istiqomah di jalan Islam meski himpitan semakin kuat.  Berikut beberapa yang hal harus dimiliki :
1.    Membina ketakwaan kepada Allah SWT (QS. Ali Imran : 102).  Hal ini dapat dilakukan dengan menguatkan akidah, kayakinan kepada Allah SWT yang Maha memberi rizki, Maha melapangkan, Maha memberi jalan keluar dan sebagainya.
2.    Berpegang teguh kepada syariat Islam (QS. Ali Imran : 103).  Konseskuensi dari akidah yang kuat adalah mengikatkan diri kepada aturan Allah SWT.  Penguatan atas sikap ini akan berpengaruh pada loyalitasnya terhadap kebenaran yang harus dipegang.  Ia tidak mudah goyah dan tergoda oleh jalan-jalan maksiyat.
3.    Membina diri dengan pemahaman Islam (QS. Al An'am [6] : 125).  Masalah ini menjadi sangat penting terutama bila melihat kondisi banyaknya kaum perempuan yang merasa tidak perlu belajar Islam.  Mereka menganggap urusan pengajian adalah aktivitas ibu-ibu majelis taklim di masjid maupun kampung-kampung.  Sedangkan para pejabat perempuan, birokrat, pegawai dan kaum perempuan lainnya tidak pernah bersentuhan dengan kajian-kajian ke-Islaman.  Inilah pula yang mengakibatkan mereka menelan bulat-bulat segala kemodernan bahkan memperjuangkannya meski dengan resiko melawan ajaran agama.  Itu semua sangat mungkin dipicu oleh ketidakpahaman terhadap aturan Islam.
4.    Membangun kepedulian sosial (QS. At Taubah : 71).  Kaum perempuan tidak boleh berhenti pada upaya membentengi diri dari sistem kapitalistik yang merusak.  Bagaimana dengan lingkungannya?  Bukankah kehidupan kita sangat dipengaruhi lingkungan.  Oleh karena itu, kaum perempuan harus memperhatikan persoalan di sekitarnya dan mengupayakan terwujudnya imunitas yang tinggi terhadap segala bentuk keruskan baik pada komunitas yang terdekat hingga yang lebih jauh.
5.    Berjuang menegakkan sistem Islam (QS Ali Imran : 104).  Di samping sebagai sebuah kewajiban, membangun sistem Islam (Khilafah Islamiyyah) juga berfungsi untuk mendukung pelaksanaan aturan Islam.  Sebab, dalam lingkungan dan sistem yang tidak Islami, maka keburukan akan menguasai kaum muslim.  Dan inilah yang saat ini terjadi.  Berbuat jujur dalam sistem sekuler kapitalis saat ini terasa sulit.  Sedangkan korupsi, menyuap dan sejenisnya sangat mudah bahkan difasilitasi dan dilindungi baik oleh aparat maupun peraturan.  Oleh karenanya, kaum perempuan tidak boleh berhenti hanya pada sikap bertahan menahan serangan.  Mereka juga harus berjuang melawan kapitalisme dengan perjuangan berideologi Islam.
 

Penutup 

Kesulitan hidup, kejahatan dan tindakan buruk lainnya tentu adalah buah busuk aturan yang rusak (baca: kapitalisme).  Sedangkan kaum perempuan yang hidup dalam sistem yang rusak tersebut, tentunya berpotensi menjadi korban.  Namun demikian, sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan Islam sebagai kabar gembira bagi umat manusia yang mau berpegang teguh padanya.  Sebab, hanya dengan berpegang teguh pada aturan-Nya manusia akan mendapatkan kebaikan di dunia maupun di akhirat bagaimana pun kondisi yang dihadapi.
 

Dan sebagai hamba Allah SWT yang telah mendapat petunjuk Islam, sesungguhnya kaum perempuan  (muslimah) mampu menghindarkan diri sebagai korban kerusakan sistem kapitalistik, bahkan mereka bisa menjadi pelaku perubahan sistem rusak tersebut menuju sistem Islam.  Semoga keburukan sistem kufur ini menjadi jalan pencerah bagi kaum muslim seluruhnya untuk kembali kepada sistem Islam yang agung.  Aamiin ya Robbal ‘alamiin. [] Noor Afeefa

0 comments:

Post a Comment