Monday, 29 January 2018

Peran Akhlak Dalam Membangun Umat



Allah SWT telah menurunkan Islam sebagai seperangkat aturan yang menyeluruh untuk mengatur setiap sendi kehidupan. Islam yang diturunkan sudah sempurna, maka tidak ada lagi yang harus dirubah dari Islam. Perangkat yang lengkap itu berupa Al-Quran yang di dalamnya menjelaskan seputar aqidah, ibadah dan muamalah. Tiga hal ini menjadi pokok ajaran Islam yang harus difahami oleh manusia, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

"(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka." (QS. Al Baqarah: 3)

Tiga hal pokok yang dijelaskan dalam ayat ini sudah mewakili dasar ajaran Islam. Pertama, "beriman kepada yang ghaib" yakni menggambarkan eksistensi aqidah dan keimanan. Darimana anda percaya adanya surga atau malaikat padahal anda belum pernah melihatnya? Inilah esensi dari akidah, ada bagian dimana kepercayaan itu ditempatkan paling atas karena meyakini hal kebenaran yang berada diluar jangkauan akal manusia. Kedua, "mendirikan sholat" adalah wujud eksistensi ibadah. Sholat hanya salah satu ibadah dari sekian banyak ibadah yang allah perintahkan, inti dari badah merupakan bentuk ritual yang harus dijalankan dengan meksud persembahan hanya kepada Allah semata. Itulah mengapa kita rela berdiri sujud bergantian setiap lima kali sehari atau thawaf berkeliling ka'bah tujuh putaran selain kita niatkan karena ibadah. Ketiga, "menafkahkan sebahagian rezeki" yakni menggambarkan eksistensi muamalah dalam peduli terhadap sesama manusia dan aturan penguasaan harta. Dari terjemahan ayat ini saja sudah menggambarkan tiga dasar ajaran Islam, dimana saat keseluruhannya diamalkan dalam kehidupan seseorang maka orang tersebut telah menemukan jalan menjadi orang yang bertakwa sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat sebelumnya. lalu dimana akhlak dalam Islam?

Dari sisi hubungannya, manusia menjalin hubungan dengan 3 hal, yakni hubungan manusia dengan tuhannya, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia lainnya. Hubungan manusia dengan Khaliq-Nya tercakup dalam akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup akhlak, makanan/minuman dan pakaian. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya tercakup dalam mu'amalat dan uqubat. Meskipun begitu, akhlak adalah bagian dari rincian hukum-hukum islam, berupa perintah dan larangan Allah SWT. Akhlak merupakan hasil dari pelaksanaan perintah-Nya, maka hal yang terpenting adalah dengan mengajak seorang individu kepada akidah dan melaksanakan islam secara sempurna. Akhlak merupakan tugas yang allah bebankan kepada Rasulullah SAW sebagai utusannya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Ahmad). Hadits ini diperkuat dengan firman-Nya:

"Dan sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak yang agung." (QS. Al-Qalam: 4) 

Maka bentuk kesempurnaan akhlak adalah Islam yang dibawa oleh Rasul terdapat dalam as-sunnah, sirah, dsb. Walaupun akhlak adalah bagian dari hasil, tapi Nabi bukan berarti memfokuskan dakwahnya hanya untuk menyeru kepada akhlak saja. Rasul menggambarkan akhlak yang dikandung dalam ajaran yang dia bawa (yakni islam) adalah adalah satu-satunya akhlak yang sempurna, sebab dahulu orang-orang arab dikenal sebaik-baik akhlak karena tersisa di sisi mereka ajaran Nabi Ibrahim yang butuh disempurnakan. Akhlak dalam hadits ini tidak bisa dilepaskan dari konotasi Dinul Islam yang dibawa oleh Rasul, seandainya Rasul hanya mendakwahkan akhlak, tentu tidak akan terjadi pertentangan di tengah masyarakat saat itu karena beliau sudah dikenal sebagai orang yang jujur, amanah, berbudi pekerti luhur, dsb. Justru Rasul mendakwahkan tauhid dan syariat Islam yang menjadikan beliau dimusuhi dan dilupakan track record moral baik sebelumnya.

Syara' telah menjelaskan sifat-sifat yang dianggap akhlak baik (mahmudah) dan akhlak buruk (madzmumah). Syara' mendorong sifat jujur, amanah, berbakti kepada orang tua, rendah hari, sabar, menjaga kehormatan, mencintai sesama manusia, adil, dsb. Syara' pun menjelaksan sifat-sifat yang dilarang dan harus dijauhi, seperti berbohong, khianat, hasud (dengki), boros, memalingkan muka, dsb. Akhlak adalah bagian dari syariat Islam, akhlak akan nampak pada diri setiap muslim saat mereka mengamalkan sempurnanya ajaran Islam. Seperti sifat iffah (menjaga diri) adalah hasil dari pelaksanaan sholat. Sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45). Atau sifat jujur pada saat jual beli, meski nilai tersebut bukan berarti muncul setiap melakukan aktivitas jual beli. Sifat tersebut muncul sebagai hasil dari perbuatan, sebab tujuan berjual beli adalah materi yang didapat. Intinya, sifat itu muncul tatkala seorang muslim beribadah kepada Allah atau menjalankan mu'amalat. 

Untuk dapat merealisasikan akhlak secara utuh maka bukan berarti mendakwahkan akhlak semata, namun dengan jalan mewujudkan perasaan-perasaan yang islami dan pemikiran-pemikiran Islam. Ibarat dalam sebuah perusahaan, bagaimana caranya seorang direktur perusahaan membuat pekerjanya bekerja lebih giat, apakah dengan menjelaskan apa itu giat? atau dengan membuat aturan disiplin dan program kerja lainnya? tentu upaya yang dilakukan dengan cara berusaha menumbuhkan semangat pekerja, sebab giat adalah hasil dan yang dibutuhkan adalah jalan menuju giat tersebut. Begitupun masyarakat yang islami akan tumbuh saat perasaan dan pemikiran tentang kehidupan tumbuh dan tersebar menjadi dasar berfikir masyarakat. Akhlak sendiri hasil dari pemikiran, perasaan dan pelaksanaan peraturan yang ada. Ingat, unsur pembentuk suatu masyarakat adalah pemikiran, perasaan dan perbuatan yang disepakati. 

Suatu masyarakat yang mengakui bahwa mereka sudah islami, namun di satu sisi masih banyak perbuatan keji dan tercela. Akhlak buruk seperti itu tidak lain karena belum tumbuhnya perasaan dan perbuatan islami dalam masyarakat tersebut. Maka, dakwah kepada seruan perintah dan larangan Allah adalah prioritas utama, adapun akhlak akan muncul dirasakan saat kesadaran masyarakat itu sudah tumbuh. Bahkan bisa dipersalahsangkakan jika akhlak seseorang terlihat islami, namun salah satu dari aqidah, ibadah dan muamalah nya ada yang tidak terpenuhi. Sia-sia jika orang yang paling dermawan namun ada status kekafiran yang menyertainya, hartanya tidak akan dicatat sebagai kebaikan dan penolong baginya di akhirat. Begitupun muslim dengan akhlaknya yang baik harus dibarengi dengan ketundukan kepada hukum syara'. Logika yang salah jika memandang hati yang bersih dari seorang perempuan adalah hal penting, meskipun tidak menutup aurat. Padahal, kewajiban menggunakan jilbab bagi muslimah adalah kewajiban mutlak, tidak memandang apakah akhlaknya baik atau buruk. Begitupun dalam membangun umat akan memunculkan akhlak dari pelaksanaan aturan kepada syari'at-Nya, Terlebih lagi dapat sempurna jika mampu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya Islam dalam menjawab kehidupan. 

Wallahu a'lam bi showab

Bandung, 29 Januari 2018
Muhamad Afif Sholahudin

0 comments:

Post a Comment