Tuesday 31 October 2017

Ganjaran Atas Kedzaliman Karena Membela Agama Allah SWT



Tadabbur Surat An Nahl Ayat 41

وَٱلَّذِينَ هَاجَرُواْ فِي ٱللَّهِ مِنۢ بَعۡدِ مَا ظُلِمُواْ لَنُبَوِّئَنَّهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗۖ وَلَأَجۡرُ ٱلۡأٓخِرَةِ أَكۡبَرُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ٤١ 

41. Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui


Khazanah Pengetahuan

Membela Agama Allah


Orang beriman harus menghargai setiap saat dalam hidupnya untuk dekat kepada Allah dan melaksanakan kehendak-Nya. Jika alat ini berubah menjadi tujuan yang dilakukan oleh orang-orang ingkar ia segera berada dalam bahaya besar.

Orang-orang beriman hidup hanya untuk satu sebab, yaitu menyembah Allah dan karenanya mereka meninggalkan keduniawian.

Orang-orang beriman menjual jiwa dan hartanya kepada Allah dan tidak ada lagi hak baginya. Seluruh hidupnya dibaktikan di jalan yang Allah perintahkan. Jika Allah mengaruniai mereka, mereka akan bersyukur, dan jika mereka diperintahkan berjihad di jalan-Nya, mereka tidak merasa ragu sedikit pun, bahkan jika mereka mengetahui bahwa mereka sedang menuju kematian.

Orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya tidak akan lalai pada kepuasan pribadi dan tidak ada sesuatu pun di Bumi ini yang dapat mencegahnya dari berjihad dijalan Allah.

Mereka mampu meninggalkan keindahan nikmat Allah dan menyerahkanjiwa mereka tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, orang-orang ingkar tidak akan menjual harta dan jiwa mereka kepada Allah. Kekurangan iman seperti ini akan dicatat dan dibalas dalam kehidupan mendatang.

”Katakanlah, 'Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (QS At-Taubah, 9: 24)

Keimanan yang sangat kuat pada diri para sahabat Nabi Muhammad saw. membuat mereka tidak pernah menolak pertempuran. Sebaliknya, beberapa di antara mereka ada yang berurai air mata ketika mereka tidak berkesempatan berjihad bersama Rasulullah saw. Pada ayat berikut, Allah menjelaskan perbedaan antara orang-orang yang ikhlas dan yang setengah hati. (Harun Yahya, Nilai-nilai Moral AI-Qur'an, 2004)


Tafsir At-Tabari


Maksud penggalan ayat (Dan orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizaIimr', pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia) adalah orang-orang yang meninggalkan kaum, rumah dan tanah air mereka disebabkan permusuhan yang mereka alami, dan mereka itu adalah para sahabat Rasulullah saw. yang dianiaya oleh para pembesar Mekah, mereka diusir sampai akhirnya Allah mempertemukan mereka dengan kaum Anshar dan menempatkan mereka di Madinah, inilah juga tafsiran dari Asy-Sya'bi bahwa yang dimaksud dengan (Tempat yang baik kepada mereka di dunia) adalah kota Madinah. Pemaknaan ini lebih utama dan lebih benar daripada penafsiran-penafsiran yang lain. Termasuk ada pendapat bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Abu Jandal bin suhail, Wallahu A'lam

Adapun penggalan ayat (Dan pahala di akhirat pasti lebih besar) adalah sungguh benar-benar apa yang Allah janjikan berupa balasan dengan dimasukkannya ke surga-Nya adalah sesuatu yang lebih besar, (Sekiranya mereka mengetahui) (Tafsir At-Tabari, Jilid XIV, 2001: 223-226)


Tafsir Ibnu Kasir


Dalam ayat ini, Allah Swt. memberitahukan pahala yang akan diterima bagi orang-orang. yang berhijrah ke jalan-Nya demi meraih keridhaan-Nya. Orang-orang yang berhijrah ialah mereka yang rela meninggalkan rumah dan negerinya, berpisah dengan saudara dan sahabat karibnya atau apa pun, demi mengharap pahala dan ridha Allah; Barangkali yang menjadi sebab turun ayat ini adalah peristiwa hijrah ke Habasyah. Hijrah ini dilakukan karena semakin sengitnya siksaan yang ditimpakan oleh orangorang musyrik Mekah kepada kaum Muslimin.

Kemudian, turunlah perintah Allah Swt. untuk berhijrah ke Habasyah agar lebih nyaman beribadah menyembah Allah. Sejarah mencatat nama-nama sahabat yang turut hijrah ke Habasyah, beberapa di antaranyaadalah Utsman bin Affan beserta istrinya Ruqayyah binti Muhammad, Ja'far bin Abu Thalib sepupu Nabi saw., Abu Salamah bin Abdul Aswad dan sahabat lainnya yang kurang lebih mencapai delapan puluh orang laki-laki dan perempuan, sahabat dan sahabiyah yang amat jujur beribadah kepada Allah Swt.

Sungguh benar benar mereka telah memenuhi perintah Nya maka Allah pun menjanjikan mereka ganjaran di dunia dan kenikmatan abadi di akhirat. Oleh sebab itu Allah SWt. berfirman,: (Pasti Kami akan memberikan tempat yang baik kepada mereka di dunia yakni tempat yang baik dan layak semasa hidup di dunia) Setelah pahala yang mereka terima di dunia, Allah Swt. menjanjikan pahala akhirat yang tentu lebih agung dari apa yang mereka terima di dunia (Al-Misbah AI-Munir fi Tahzib Tafsir lbnu Kasir, 1999: 579).


Hadis Shahih


Dari Alqamah bin Waqash Al Laitsi, dia berkata "Saya mendengar Umar bin Khathab ra. berkata di atas mimbar 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda 'Sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya Dan, barang siapa yang hijrahnya kepada dunia, maka dia akan mendapatkannya. Atau kepada wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya dia hijrah" (HR Bukhari, 1)

Monday 30 October 2017

Mengapa Allah Tidak Segera Menyiksa Orang-Orang Kafir?



Tadabbur Surat Asy Syu'ara Ayat 204

أَفَبِعَذَابِنَا يَسۡتَعۡجِلُونَ ٢٠٤ 

204. Maka apakah mereka meminta supaya disegerakan azab Kami

Asbabun Nuzul
QS Asy-Syu'ara', 26: 205-207

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abu Jahdan bahwasannya ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan para sahabat kepada Rasulullah yang pada saat itu sedang gelisah. Beliau pun bersabda, ”Bagaimana tidak, aku melihat musuhku kelak berasal dari umatku sendiri?" Maka dari itu, turunlah kedua ayat ini dan jiwa beliau pun menjadi tenang. (Lubabun Nuqul: 149)


Khazanah Pengetahuan

Mengapa Allah Tidak Segera Menyiksa Orang-Orang Kafir?

”Bukankah mereka yang meminta agar azab Kami dipercepat?“ QS Asy-Syu'ara, 26: 204

Salah satu rahasia yang diungkapkan dalam Al-Qur'an adalah bahwa manusia tidak segera dibalas atas perbuatan buruk yang mereka lakukan, tetapi siksa tersebut ditangguhkan hingga waktu tertentu. Hal ini termaktub dalam QS Fatir, 35: 45 dan QS Al-Kahf,18: 58.

Banyak orang yang tidak segera dibalas atas perbuatan buruk mereka membuat mereka beranggapan tidak akan pernah diminta tanggung jawab atas perbuatan jahatnya hingga tidak mau bertobat, merasa menyesal, dan memperbaiki kesalahan serta semakin menambah keangkuhan mereka. Mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan akan menyebabkan datangnya azab yang semakin berat di akhirat kelak (QS Ali 'Imran, 3: 178).

Inilah penangguhan yang diberikan Allah untuk menguji manusia. Namun, ada waktu yang telah ditetapkan Allah untuk membalas apa yang mereka perbuat. Ketika waktu yang ditetapkan tiba, waktu itu tidak dapat ditunda atau dipercepat, meski hanya sesaat. Setiap orang pasti akan memperoleh balasan, seperti tertera dalam QS Taha, 20: 129.

”Dan kalau tidak ada suatu ketetapan terdahulu dari Tuhanmu serta tidak ada batas yang telah ditentukan (ajal), pasti (siksaan itu) menimpa mereka. Dan Aku akan memberikan tenggang waktu kepada mereka. Sungguh rencana-Ku sangat teguh." (QS Al-Anfal 8: 68). (Harun Yahya. Beberapa Rahasia dalam Al Qur’an, 2004) 


Tafsir At Tabari


Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan perdebatan yang terjadi antara para nabi dan kaumnya, serta menjelaskan bahwa Dia membinasakan para pendusta. Kesudahannya, kemenangan ada di pihak para rasul-Nya yang bertakwa karena telah menjadi sunah-Nya dalam setiap pertarungan antara hak dan batil, yang hak itulah yang menang sekalipun harus memakan waktu yang lama. Di sini terdapat penawar hati bagi Rasulullah saw. dan janji bahwa sekalipun beliau dianiaya oleh kaumnya serta menerima berbagai kekerasan dari mereka, namun pada akhirnya kemenangan pasti beliau raih.

Pada rangkaian ayat-ayat ini (192-212) Allah menutup kisah para nabi terdahulu, dengan menjelaskan bahwa Al-Qur'an yang menyajikan kisah-kisah itu adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada hamba dan rasui-Nya.

Orang-orang Quraisy yang durhaka, mereka tidak mengimani Al-Qur'an dan menentangnya hingga azab Allah datang kepada mereka secara tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadarinya.

Pada ayat ini diisyaratkan bahwa setelah Nabi saw. mengancam mereka dengan azab, mereka berkata, "Hingga kapan kamu mengancam kami dengan azab itu? Kapan azab itu terjadi?" Maka itu pada ayat ini seolah Allah berfirman, "Mengapa mereka meminta azab Kami segera diturunkan. Padahal mereka telah mengetahui dengan jelas, bagaimana Kami menyiksa umat, generasi dan kaum-kaum terdahulu?.“ (Tafsir At-Tabari, jilid XVIII, 2001: 650)


Tafsir Ibnu Kasir

Maksud ayat Bukankah mereka yang meminta agar azab Kami dipercepat? adalah mereka sebelumnya mengingkari ajaran Allah Swt. yang dibawa oleh utusan Nya implikasi dari keingkaran tersebut, mereka menantang? "utusan Allah Swt. untuk menunjukkan kebenaran risalah yang dibawanya. Seolah-olah mereka ingin ditunjukkan tentang azab Allah Swt. Sebagaimana disebutkan pada ayat yang iain sebagai berikut,

(Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, 'Ya Allah, jika (AI Qur‘an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih (QS Al-Anfal, 8: 32)

Dan (Dan mereka meminta kepadamu agar segera diturunkan azab kalau bukan karena waktunya yang telah ditetapkan niscaya datang azab kepada mereka, dan (azab itu) pasti: akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba, sedang mereka tidak menyadarinya. Mereka meminta kepadamu agar segera diturunkan azab. Dan sesungguhnya neraka Jahanam itu pasti meliputi orang-orang kafir) (QS Al-Ankabut, 29:53-54) (Al Misbah AI-Munir fi Tahzib Tafsir Ibnu Kasir, 1999: 788)


Hadits Sahih

Dari Humaid bin Abdur Rahman dia berkata, "Saya mendengar Mu'awiyah sewaktu dia berkhutbah mengatakan, 'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barang siapa yang dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka Allah menjadikannya pandai agama. Saya ini hanya pembagi (penyampai wahyu secara merata), dan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia memberi (pemahaman). (HR Bukhari, 55)

Sunday 29 October 2017

Orang yang Beriman dengan Sempurna Tidak Pernah Putus Asa | Tadabbur Al Hijr Ayat 56



Surat Al Hijr Ayat 56

قَالَ وَمَن يَقۡنَطُ مِن رَّحۡمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ ٥٦ 

56. Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat"


Khazanah Pengetahuan

Orang yang Beriman dengan Sempurna Tidak Pernah Putus Asa


Orang yang beriman hendaknya bersabar dalam doanya. Sebagaimana dikatakan ayat, ”Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu Sungguh berat kecuali bagi orang orang yang khusyuk." (QS Al Baqarah, 2: 45). Kepasrahan mereka kepada Allah dan kepercayaan yang mereka taruh kepada-Nya menyebabkan kesabaran dan tekad sedemikian. Mukmin merasa yakin bahwa Allah pasti akan mengabulkan doanya. Ia tidak pernah berputus asa dan terus memohon kepada-Nya.

"Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir." (QS Yusuf, 12: 87)

Orang yang beriman sempurna menakuti Allah dan berdoa kepada-Nya dengan penghormatan dan kesabaran besar. Ia berdoa kepada Tuhannya di setiap saat, pada waktu dan tempat yang tidak diperkirakan, mukmin menyisihkan waktu untuk berdoa kepada Tuhan-Nya dengan sungguh-sungguh.

Bahkan, dalam saat-saat tersibuknya, ia mencari perlindungan dari-Nya, bermohon kepada-Nya dan meminta petunjuk-Nya. la melakukan semua ini karena mengetahui inilah cara termudah untuk lebih mendekat kepada Allah untuk meraih ridha dan surga-Nya. Tidak ada penghalang yang akan mencegah orang seperti dia dari lebih mendekat kepada Penciptanya. Allah hanya menginginkan hamba hamba-Nya berpaling kepada-Nya dengan hati yang tulus.

Mereka yang beriman sempurna adalah mereka yang benar-benar meresapi bahwa dunia ini adalah tempat yang dirancang khusus untuk menempatkan manusia ke dalam cobaan. Mereka juga benar-benar mengetahui bahwa gagasan "kesusahan" diciptakan untuk membedakan antara "orang-orang yang sungguh-sungguh beriman" dan "orang-orang yang di hatinya ada penyakit”.

Masa-masa susah dan masalah adalah saat-saat penting bagi makhluk yang memungkinkan mereka mem-buktikan ketulusan mereka dalam beriman. Karena itu, berlawanan dengan makna biasanya, "kesusahan" sungguh-sungguh "nikmat" bagi orang yang beriman sempurna. (Harun Yahya, Iman yang Sempurna, 2005)


Tafsir At Tabari

Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa tamu yang datang ke Ibrahim itu berkata, ”Kami membawa kabar gembira untukmu dengan sesuatu yang pasti. Dalam Pengetahuan kami, Allah akan menganugerahimu seorang anak lelaki maka janganlah kamu termasuk orang-orang putus asa dari keutamaan Allah. Bergembiralah dari kabar yang kami bawa ini."

Di ayat selanjutnya Allah menegaskan, (Tidak ada yang berputus asa dari rahmat tuhan-Nya, kecuali orang yang sesat). (Tafsir At-Tabari, Jilid XIV, 2001: 84-85)


Tafsir Ibnu Kasir

Disebutkan bahwa lbrahim merasa takut kepada mereka karena mereka tidak mau menyentuh makanan yang dihidangkan oleh lbrahim kepada mereka, yaitu daging anak sapi yang dipanggang. Ketika mereka melihat lbrahim merasa takut, "Mereka berkata, 'Janganlah engkau merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang pandai (Ishaq).'” Hal itu sebagaimana telah dijelaskan didalam surah Hud.

Mendengar berita tersebut, Nabi lbrahim terkejut mengingat usia dia dan istrinya telah tua, dan ia ingin memastikan berita gembira itu. Mereka memberikan jawaban untuk menguatkan kabar gembira yang mereka sampaikan kepada ibrahim dalam ayat sebelum ayat ini sebagai berikut.

(Mereka menjawab, ”Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah engkau termasuk orang yang berputus asa. " Dia (Ibrahim) berkata, 'Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat"). (AI Misbah AI-Munir fi Tahzib Tafsir Ibnu Kas‘ir, 1999: 567).


Hadits Sahih
Dari Anas bin Malik ra., dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "SungguhAllah akan lebih senang menerima tobat hamba-Nya ketika ia bertobat kepada-Nya daripada (kesenangan) seorang di antara kamu sekalian yang menunggang untanya di tengah padang luas yang sangat tandus, lalu unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya dan putuslah harapannya untuk memperoleh kembali. Kemudian dia menghampiri sebatang pohon, Ialu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa mendapatkan unta tunggangannya tersebut Ketika dia dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia mendapati untanya telah berdiri di hadapan. Lalu, segera ia menarik tali kekang unta itu sambil berucap dalam keadaan sangat gembira: Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu. Dia salah mengucapkan karena terlampau merasa gembira." (HR Muslim, 4932)

Saturday 28 October 2017

Kaum yang Mengingkari Janji Kepada Allah | Tadabbur Ayat: Surat Al Baqarah Ayat 83



Oleh: Muhamad Afif Sholahudin

Qur'an Surat Al Baqarah Ayat 83

وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِيثَٰقَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ لَا تَعۡبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَانٗا وَذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسۡنٗا وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ ثُمَّ تَوَلَّيۡتُمۡ إِلَّا قَلِيلٗا مِّنكُمۡ وَأَنتُم مُّعۡرِضُونَ ٨٣ 

83. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling


Munasabah Ayat

Bani Israil Mengingkari Janjinya Kepada Allah.


Ayat-ayat yang lalu menjelaskan perbuatan kotor Bani lsrail yang memutarbalikkan isi Taurat dan mengakibatkan kerusakan agama mereka. Dalam ayat ini dijelaskan lagi kejahatan-kejahatan mereka yang lain, yaitu meninggaikan kewajiban agama dan melakukan tindakan yang melanggar hukum". (QS AlBaqarah, 2:83)


Asbabunnuzul


Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Ahli Kitab, tepatnya para pendeta Yahudi yang mendapati dalam kitab Taurat mereka bahwa sifat-sifat nabi itu matanya bercelak, berambut keriting, dan berwajah tampan. Sifat sifat ini sesuai dengan fisik Rasulullah saw. Namun, mereka mengubahnya dengan mengatakan bahwa dalam Taurat mereka hanya tertulis orang yang berperawakan tinggi dan berambut lebih kesukuan. (Lubabun Nuqul: 10)


Khazanah Pengetahuan

Kaum-Kaum yang Mengingkari Janji terhadap Allah


Berita-berita tentang kaum terdahulu yang merupakan bagian penting dalam Al-Qur'an, jelas-jelas merupakan hal yang patut kita renungkan. Sebagian besar dari kaum ini mengingkari, bahkan memusuhi para nabi yang diutus kepada mereka. Kelancangan mereka mengundang kemurkaan Allah dan mereka pun disapu bersih dari muka Bumi.

Al-Qur'an menjelaskan bahwa peristiwa-peristiwa menghancurkan ini hendaknya menjadi peringatan bagi generasi berikutnya. Sebagai contoh, Allah langsung menyampaikan firman-Nya setelah penggambaran hukuman atas sekelompok Yahudi yang menentang Allah.

”Maka Kami jadikan (yang demikian) itu peringatan bagi orang-orang pada masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS Al-Baqarah, 2: 66)

Dalam banyak sumber, kita dapat menelaah masyarakat-masyarakat masa lampau yang telah dihancurkan karena penentangan mereka terhadap Allah. Sorotan atas semua peristiwa tersebut, masingmasing merupakan contoh bagi manusia pada masa itu dan kini sehingga semuanya dapat menjadi sebuah "peringatan".

Selain itu, penghancuran kaumkaum tersebut adalah untuk menunjukkan bahwa apa yang diungkapkan Al-Qur'an benar-benar terjadi di dunia dan membuktikan keotentikan cerita-cerita dalam Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an, Allah menjamin bahwa ayat-ayat-Nya dapat diamati pada konteks dunia luar. (Harun Yahya, Jejak Bangsa-Bangsa Terdahulu, 2007)


Tafsir At Tabari


Kata (Mengambil janji) dalam ayat ini ada-lah perjanjian yang Allah ambil dari Bani lsrail pada zaman Nabi Musa a.s. yaitu (1) hendaknya mereka ikhlas terhadap Allah dan tidak akan menyembah selain Dia, demikian kata Abu 'Aliyah; (2) Berbuat baik kepada kedua orang tua seperti berkata lembut, berbuat menyenangkan, bersikap santun, dan mendoakan kebaikan bagi mereka; (3) Menyambung silaturahmi dengan karib kerabat, bersikap lembut dan sayang kepada anak yatim, memberi orang-orang miskin hak-hak mereka sewajarnya; (4) Mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia. Maksud (Bertutur katalah yang baik) adalah mengajak manusia mengucapkan "Tiada Tuhan selain Allah". Juga termasuk perkataan baik jika berbicara kepada manusia dengan sopan santun dan akhlak mulia. Demikian kata Ibnu 'Abbas. Adapun menurut Sufyan Al Tsauri maksud perkataan baik di sini adalah amr-ma'ruf nahi munkar; (5) Menunaikan shalat dengan menyempurnakan rukuk dan sujudnya, memelihara kekhusyukannya, dan memahami bacaannya, serta menegakkan nilai-nilainya dalam kehidupan, serta menunaikan zakat tentu saja sesuai dengan syariat mereka saat itu. Demikian kata lbnu 'Abbas. Bani lsrail pada masa Nabi Musa mengabaikan perjanjian itu, dan demikian pula kelakuan keturunan mereka pada zaman Nabi Muhammd saw. (Tafsir At-Tabari Jilid l, 2001: 187-198)


Tafsir Ibnu Kasir


Ayat ini menjelaskan, kaum Yahudi adalah kaum yang gemar melakukan pembangkangan terhadap syariat ilahi. Disebutkan dalam ayat sebelumnya bahwa mereka sebenarnya telah mengetahui kebenaran yang termaktub dalam kitab Taurat, tetapi mereka melakukan penyelewengan terhadap syariat kitab itu. Ditegaskan pula bahwa mereka diperintahkan untuk mengikuti syariat nabi sesuai dengan kitab yang dibawanya.

Ayat ini juga menyerukan kepada umat manusia agar senantiasa berbuat baik kepada orang tua, sanak kerabat, fakir, dan miskin. Semua itu kewajiban sosial yang harus ditunaikan. Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, ”Wahai Rasulullah saw., perbuatan apa yang paling utama di sisi Allah Swt.?” Rasulullah saw. kemudian menjawab, "Shalat tepat pada waktunya, berbuat baik kepada kedua orang tua, dan jihad di jalan Allah.”
Kata (Anak-anak yatim) bermakna anak kecil yang belum bekerja dan tidak memiliki ayah. Kata (Orang-orang miskin) bermakna orang yang tidak memiliki bekal cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya.

Kata (Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia) berarti perintah untuk berbicara yang baik dan sopan. Makna ini termasuk perintah melakukan amar makruf nahi mungkar. Hasan al-Bashri mengatakan, hendaknya amar makruf nahi mungkar dilakukan dengan baik sambil berinteraksi sopan. Allah Swt. menyertakan perintah berbuat baik dengan perintah shalat dan zakat. Ini berarti harus ada perpaduan antara perkataan dan perbuatan. (AI-Misbah AI-Munir fi Tahzib Tafsir lbnu Kasir, 1999: 60)


Hadis Shahih


Hadis riwayat Abu Waqid. Al-Laitsi r.a., "Bahwa ketika Rasulullah saw. sedang duduk dl masjid bersama para sahabat, tiba-tiba muncullah tiga orang. Yang dua orang datang menghampiri Rasulullah saw. sedangkan yang satu lagi berlalu pergi. Kemudian, keduanya berdiri di hadapan Rasulullah saw. lalu yang satu melihat tempat kosong di antara lingkaran orang maka duduklah ia di sana. Adapun yang seorang lagi duduk di belakang mereka. Sementara itu, orang yang ketiga telah pergi. Setelah Rasulullah saw. selesai, beliau bersabda, "Tidak inginkan kalian aku beri tahukan tentang ketiga orang tadi? Seorang di antara mereka teIah berlindung kepada Allah, maka Allah memberikan perlindungan kepadanya. Sedangkan yang lain malu, maka Allah pun malu kepadanya. Adapun Orang yang ketiga ia telah berpaling, maka Allah pun berpaling darinya.'“ (HR Muslim, 4042)

Friday 27 October 2017

Perlindungan HAKI Dilihat Dari Fiqh Muamalah Dihubungkan Dengan Fatwa MUI No. 5 Tahun 2005

Oleh: Muhamad Afif Sholahudin

Mengaitkan antara Hak atas Kekayaan Intelektual dengan fiqh muamalah mudahnya berangkat dari pengertian. HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang, maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Menurut penulis, perlindungan seperti ini sepintas mengandung salah satu ciri khas budaya kapitalisme yang menjunjung tinggi hak-hak individu atas kepemilikan bersama.
Zaman dulu sesuatu yang tergolong biasa didapatkan namun saat ini dipandang memiliki nilai ekonomis. Seperti sebuah gagasan, mereka biasanya menggunakannya tanpa perlu memberi imbalan apapun kecuali doa dan dukungan atas gagasan yang sudah dilahirkan. Bahkan seringkali banyak yang mengambil keuntungan bukan dari sang penggagas namun mereka yang memanfaatkan gagasan tersebut. Tentu manusia yang mengalami pergeseran dan perubahan pola pikir dan pola sikap menuntut kemajuan atas kepentingan harta benda dan perniagaan.
Jika Hak Kekayaan Intelektual yang ada saat ini lebih luas pengertiannya sebagaimana yang telah diatur dalam hukum positif, seperti: Hak Cipta, Paten, Merek, Perlindungan Varietas Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Sedangkan Islam memandang kekayaan intelektual berupa hasil gagasan dari pemikiran. Dalam khazanah kontemporer dikenal dengan nama Haq al-Ibtikar. Secara bahasa berarti kekhususan yang dimiiki untuk menciptakan, atau hak istimewa yang pertama kali diciptakan. Fathi Ad-Dhuraini mendefinisikannya dengan gambaran pemikiran yang dihasilkan seorang ilmuan atau terpelajar dan semisalnya melalui pemikiran dan analisisnya, hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama dan belum ada seorang ilmuan pun yang mengemukakan sebelumnya.[1]
Oleh karena itu, islam lebih menitikberatkan pada hak cipta karena berkaitan dengan hasil gagasan baru, adapun masalah merek, paten, dsb maka pembahasan ini belum diatur jelas dalam khazanah islam. Namun demikian, Islam mengatur kepemilikan seseorang dari sesuatu yang dihasilkannya. Kepemilikan/hak milik dalam Islam disebut “al-Milku” yang berarti sifat penggabungan kekayaan oleh manusia lalu menjadikannya ekslusif bagi dirinya sendiri. Wahbah Az Zuhaili mendefinisikan bahwa Milik adalah keistimewaan (astishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syar’i.
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa nomor 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)”. Fatwa ini keluar dilatarbelakangi maraknya pelanggaran HKI yang telah sampai pada tingkat sangat meresahkan, merugikan, dan membahayakan banyak pihak terutama pemegng hak, negara, dan masyarakat. Selain itu karena ada ajuan fatwa dari Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), karenanya butuh adanya pedoman bagu umat Islam di Indonesia terkait pengaturan tentang masalah ini.
Merujuk dari ketentuan hukum fatwa, bahwa Islam memandang HKI sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu) sebagaimana mal (kekayaan). HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana di maksud fatwa adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. HKI dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud’alaih), baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta dapat diwakafkan dan diwariskan. Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu,membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan kezaliman dan hukumnya adalah haram.
MUI dalam menjelaskan HKI tidak berbeda jauh dari pengertian HKI yang dimaksud dalam hukum positif. Yang dimaksud Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil olah piker otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundangaundangan yang berlaku. Oleh karenanya, HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual dari yang bersangkutan sehingga memberikan hak privat baginya untuk mendaftarkan, dan memperoleh perlindungan atas karya intelektualnya. Sebagai bentuk penghargaan atas karya kreativitas intelektualnya tersebut Negara memberikan Hak Eksklusif kepada pendaftarannya dan/atau pemiliknya sebagai Pemegang Hak mempunyai hak untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya atau tanpa hak, memperdagangkan atau memakai hak tersebut dalam segala bentuk dan cara. Pengertian dari jenis-jenis HKI yang dirujuk pun tidak lepas dari Undang-unndang yang berlaku, seperti: Hak Perlindungan Varietas Tanaman (UU No 29 Tahun 2000), Hak Rahasia Dagang (UU No 30 Tahun 2000), Hak Desain Industri (UU No 31 Tahun 2000), Hak Desain Tata Letak Terpadu (UU No 3 Tahun 2000), Paten (UU No 14 Tahun 2001), Hak atas Merek (UU No 15 Tahun 2001), Hak Cipta (UU No 19 Tahun 2002).
Namun, hal penting yang harus diperhatikan adalah penilaian islam dalam setiap akad muamalah saat memenuhi syarat dari Hak Kekayaan Intelektual. Sebab, ada beberapa kriteria yang diatur dibatasi dalam Islam namun dibebaskan dalam hukum positif. Hal ini tidaklah dibatasi dalam undang-undang, begitupun dalam fatwa MUI hanya menyebutkan “tidak bertentangan dengan aturan Islam”. Maka, beberapa penjelas agar tidak bertentangan dengan aturan Islam misalnya:
a.      Tidak mengandung unsur-unsur haram didalamnya seperti khamar, riba, judi, daging babi, darah, dan bangkai.
b.     Tidak menimbulkan kerusakan di masyarakat seperti pornografi, kekerasan, mengajak umat untuk berbuat dosa merusak lingkungan dan lain sebagainya.
Tidak bertentangan dengan syariat Islam secara umum seperti pembuatan berhala yang akan disembah manusia, gambar-gambar yang merusak akhlak, buku-buku yang mengajarkan ajaran sesat, penyimpangan-penyimpangan manhaj, mengajak kepada kesyirikan dan yang lainnya.
Selain dari segi materi (zat) karya cipta, maka tidak dilindunginya sebuah karya cipta juga berhubungan cara mendapatkan karya cipta tersebut. Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa Islam tidak melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan jalan yang haram dan melindungi hak milik yang diperoleh dengan jalan yang halal. Berciri jenis-jenis yang dilindungi oleh Islam, yaitu:
a.      Diambil dari sumber yang tidak ada pemiliknya, misalnya barang tambang, menghidupkan tanah mati, berburu, mencari kayu bakar.
b.     Diambil dari pemiliknya secara paksa karena adanya unsur halal, misalnya harta rampasan, dan pengambilan zakat.
c.      Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti misalnya dalam jual beli dan berbagai bentuk perjanjian,
d.     Diambil secara sah dari pemiliknya dan tidak ada iwadh misalnya hadiah.
e.      Diambil tanpa diminta, misalnya harta warisan.
Jenis-jenis harta tersebut dikaitkan dengan hak cipta maka setiap karya cipta yang diperoleh dengan cara yang haram maka ia menjadi haram untuk digunakan. Sebagaimana harta yang diperoleh dengan cara yang haram. Implikasinya bahwa karya cipta yang diperoleh dengan cara yang haram maka tidak dilindungi sebagai hak dalam Islam.[2]
Jika dikaitkan dengan sumber hukum Islam, maka didapatkan bahwa kekayaan hasil pemikiran seseorang lebih baik disebarluaskan karena seorang muslim dituntut berfikir dan didorong dari hasil pemikirannya untuk didakwahkan dan disebarluaskan sebagai kemajuan pemikiran Islam. Bahkan hal ini yang dijadikan peletak dasar majunya keilmuan Islam di Masa Abbasiyah.
Memang pada awalnya iklim orang Indonesia menawarkan sesuatu yang berbeda dari iklim barat. Para penemu atau pencipta di Indonesia sangat berbesar hati apabila ciptaannya diperbanyak atau diumumkan oleh orang lain. Para pelukis, pemahat, dan pematung di Bali sangat gembira apabila karya ciptanya ditiru orang lain.[3] Terlepas dari itu semua kiranya Indonesia sudah saatnya mencermati kembali segi-segi yang berkaitan dengan perlindungan HKI ini dalam sebuah sistem.[4]
HKI dalam Islam dibatasi dengan syariat Islam. Seperti tidak boleh mengajukan perlindungan gagasan baru yang berkaitan dengan khamr, karena khamr hukumnya haram, kecuali gagasan yang mendukung keharaman khamr. Atau produk teknologi yang berfungsi merusak lingkungan atau mengandung unsur pornografi. Islam punya batasan yang khusus tentang merusak lingkungan dan pornografi, meskipun batasan ini berbeda dengan batasan yang diatur dalam hukum positif.
Sebelum lahirnya pengakuan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dalam hukum nasional kita, sebenarnya Islam telah lebih dahulu mengakui adanya  kekayaan  intelektual setiap manusia. Yûsuf al-Qaradhâwî menyatakan, tidak ada agama selain Islam dan tidak ada kitab selain Alquran yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya dan memuji orang-orang  yang  menguasainya.[5] Suatu  petunjuk  yang  sangat  agung  dari  Alquran dalam hal ini adalah bahwa ia memberi penghargaan pada Ulu al-Albâb, kaum cendekiawan dan kaum intelektual, sebagaimana dalam firman Allah yang berbunyi:
Hai  orang-orang  beriman apabila  kamu  dikatakan  kepadamu, "Berlapanglapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan  untukmu.  dan  apabila  dikatakan,  "Berdirilah  kamu",  maka berdirilah,  niscaya  Allah  akan  meninggikan  orang-orang  yang  beriman  di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan  Allah  Maha  mengetahui  apa  yang  kamu  kerjakan. (Q.s. al-Mujâdalah [58]: 11)
Penghargaan  terhadap  ilmu  pengetahuan  ini  diperkuat juga  oleh Hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi:
Apabila  anak  Adam  meninggal  dunia,  maka  terputuslah  seluruh  amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya. (HR. Abû Dâwûd)
Hadis tersebut memberikan pengertian bahwa hasil karya itu adalah hasil usaha manusia dan merupakan sumber manfaat baik bagi dirinya maupun bagiorang  lain.  Dengan  memanfaatkan  hasil  kreativitas orang  yang  berilmu  berartimelanjutkan  amal  salihnya yang  tidak  akan  mungkin  hilang bersama  dengan kematiannya.  Pemahaman  terhadap intellectual property  ini  pada  dasarnya merupakan pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari hasil  kerja  intelektualitas  manusia. Banyak  karya  yang  dihasilkan  dari  intelektualitas manusia, baik melalui daya cipta,  rasa, maupun karsanya. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dengan serius, sebab karya manusia ini  telah  dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang dikeluarkan tidak sedikit.[6]
Hasil dari sesuatu yang penuh dengan pengorbanan yang demikian sudah tentu  menjadikan  sebuah  karya  yang  dihasilkannya  memiliki  nilai  yang  patut dihargai.  Ditambah lagi  dengan adanya manfaat  yang dapat dinikmati, dan dari sudut ekonomi karya-karya tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Jadi, Hak atas Kekayaan Intelektual dapat termasuk kekayaan atau harta dalam ekonomi Islam, terutama ditarik dari sisi ciri-ciri dan cara perolehannya. Islam mendorong hasil intelektual untuk kemajuan ilmu pengetahuan, namun kepentingan ekonomis akan tergantung dari tujuan penggunaan kekayaan tersebut. Dalam kehidupan era modern saat ini, hak individu dijaga sehingga menuntut hasil karya intelektual pun akan dijaga. Hal ini tidak bertentangan dengan Islam, asalkan tidak keluar dari koridor hukum syara’.




[1] Hak Kekayaan Intelektual dalam hukum Islam, http://saifudiendjsh.blogspot.co.id/2013/10/hak-kekayaan-intelektual-dalam-hukum.html, diakses 14 Mei 2017
[2] Hak Kekayaan Intelektual dalam Islam, http://jubahhukum.blogspot.co.id/2017/04/hak-kekayaan-intelektual-dalam-hukum.html, diakses pada 15/5/17
[3] Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelekual, hlm. 22
[4] M Musyafa’, “Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Al-Iqtishad, 5:1, (Jayapura, September 2012), 44
[5] Yusuf Qaradhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, diterjemahkan oleh Abdul Hayyi Al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Inssani Press, 1998), h. 90.
[6] Ibid, Hlm 46

Thursday 26 October 2017

Babak Baru Dakwah, Dibayang-bayang Ancaman UU Ormas



Sah sudah Perppu Ormas yang hangat ditolak oleh kebanyakan umat Islam di Indonesia. Kemunculannya yang politis memaksakan kehendak pemerintah untuk ‘balas dendam’ atas kegoncangan pemerintahan dibalik kejadian penistaan agama kemarin. Namun terbitnya UU Ormas yang baru justru menampilkan banyak kesalahan fatal, seperti hilangnya elemen penting dalam pembubaran ormas, yakni: dialog, klarifikasi, peringatan-peringatan, dsb.

HTI sebagai salah satu ormas yang konsisten menyuarakan ‘khilafah’ dalam dakwahnya dibidik sebagai korban pertama tindakan represif pemerintah. Alasan yang dibangun karena ajaran ‘khilafah’ tidak sesuai dengan dasar negara pancasila. Alih-alih pemerintah ingin dilihat tegas, namun justru pemerintah malah menunjukkan ketidakjelasan sikap. Pengertian dari 'segala sesuatu yang bertentangan dengan pancasila' masih belum jelas, karenanya tafsiran pancasila yang dipegang pemerintah bisa menjadi kesewenang-wenangan pemerintah men-judge sebuah kelompok anti pancasila.

Khilafah tetap akan menjadi bagian dalam ajaran Islam di bidang siyasah (politik). Dilarangnya dakwah khilafah bukan berarti menghapus sebagian ajaran Islam, sebab ajaran Islam yang sempurna tidak ada yang bisa menghapus atau merubahnya. Tegaknya khilafah bagian dari janji Allah SWT, maka seberat apapun dihalangi perjuangannya pada akhirnya akan kembali tegak. Hanya saja mereka yang bersama dalam perjuangan akan dinilai pahala, sedangkan mereka yang diam bahkan menghalangi akan sia-sia.

Pada dasarnya mereka yang menghalangi jalan dakwah, awalnya Allah berikan kekuasaan dan keindahan dunia, lalu dari keindahan itu menyombongkan dirinya untuk menolak datangnya kebesaran Islam. Allah berikan kesempatan Namrud menjadi raja, bahkan karena kecerdasan berpikirnya menjadikan dia ingin diakui sebagai tuhan. Tapi datangnya Nabi Ibrahim as justru menghancurkan kekuasaan Raja Namrud. Begitu pula Allah berikan kesempatan Fir’aun menjadi raja dan dipuja kaumnya sebagai tuhan. Tapi datangnya Nabi Musa as membawa kebesaran Islam justru menghancurkan kekuasaan besar Fir’aun. Sejatinya takkan ada artinya dihadapan Allah saat kebesaran Islam sudah datang, setinggi apapun kekuasaan pemerintah namun saat perannya justru menghalangi dakwah Islam pada akhirnya akan hancur juga.

Sesungguhnya UU Ormas yang terbaru menunjukkan kekejamannya terhadap aktivis Islam. lihat bagaimana hukuman bagi yang ditangkap selama 5 sampai 20 tahun penjara atau seumur hidup, lebih kejam dbanding hukuman seorang penista agama yang hanya sampai 5 tahun saja. Tentu orang akan ketakutan, karena yang dimaksud melanggar bisa karena tindakan secara langsung ataupun tidak langsung.

Era sudah berganti, umat Islam semakin ditekan dan ruang aspirasi semakin dipersempit. Organisasi kritis dibubarkan, mahasiswa kritis ditangkap, maka benar bahwa UU Ormas yang baru disahkan sejatinya lebih kejam dibanding masa orde lama dan orde baru. Buya Hamka ditangkap di era soekarno karena dituduh pengkhianat negara. Faktanya, Buya Hamka hanya hidup layaknya ustadz di tengah-tengah masyarakat sambil mengajarkan ilmu agama apa adanya. Tapi tuduhan demi tuduhan dilancarkan demi menangkap sosok ustadz yang memegang kunci kebangkitan umat.

Sekarang, tak cukup para ulama dikriminalisasi. Mereka sadar ulama di Indonesia banyak, menangkap yang satu akan bermunculan ulama yang lain, bahkan memicu kemarahan yang lebih besar. Karenanya mereka menyerang langsung ajaran Islamnya supaya banyak pengikutnya jauh (phobia) terhadap agamanya. Dibuatlah stigmatisasi radikalisme terhadap mereka yang berjuang atas nama agama. Dibuatlah praktik terorisme terhadap mereka yang bertindak kekerasan atas nama Islam. dibuatlah label fundamentalis terhadap mereka yang menginginkan penerapan aturan Islam. dengan kekuasaannya mereka akan terus menyerang Islam supaya perjuangannya direndahkan.

Islam tidak pernah kehabisan pejuang. Suatu saat sebagian pejuang merasa mundur dan lelah dengan kenikmatan dunia, maka Allah akan gantikan mereka dengan pejuang yang lebih hebat dan lebih banyak. Perjuangan Islam karena kebutuhan para pejuangnya, bukan karena kerendahan agamanya. Mereka yang bertahan yang layak disebut pejuang sejati, sebab keikhlasan, kehebatan, dan keberanian akan diraih oleh mereka yang istiqomah dalam perjuangan Islam.